Sabtu, 06 September 2014

Hakikat dan Penggunaan Akuntansi


TUGAS TEORI AKUNTANSI


BAB 2
HAKIKAT DAN PENGGUNAAN AKUNTANSI











HAKIKAT DAN PENGGUNAAN AKUNTANSI



Makalah untuk memenuhi tugas matakuliah Teori Akuntansi
yang dibina oleh H. Eka Ananta Sidharta, S.E., M.M.Ak.




oleh
ASHFA EL FAJRIYYA H.A          120422403180
SUTRIA KUMALASARI               120422403192           











UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
September 2014





HAKIKAT DAN PENGGUNAAN AKUNTANSI

A.    Definisi dan Peranan Akuntansi 

       1. Definisi Akuntansi 

Menurut Komite Terminologi dari American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), akuntansi adalah suatu seni pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran dalam cara yang signifikan dan satuan mata uang, transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian yang paling tidak sebagian diantaranya, memiliki sifat keuangan, dan selanjutnya menginterpretasikan hasilnya.
Berkaitan dengan konsep dari informasi kuantitatif, akuntansi didefinisikan sebagai proses pengidentifikasian, pengukuran, dan pengomunikasian informasi ekonomi sehingga memungkinkan adanya pertimbangan dan pengambilan keputusan berdasarkan informasi oleh para pengguna informasi tersebut.
Akuntansi merupakan suatu “seni” atau suatu “aktifitas jasa” dan akuntansi meliputi beragam teknik yang dianggap berguna untuk bidang-bidang tertentu. The Handbook of Accounting menegaskan bahwa akuntansi dapat memberikan berbagai macam manfaat, yaitu.
a.    Pelaporan keuangan
b.    Penentuan dan perencanaan pajak
c.    Audit independen
d.   Pemrosesan data dan sistem informasi
e.    Akuntansi manajemen dan akuntansi biaya
f.     Akuntansi laba nasional
g.    dst.
Selanjutnya daftar di atas telah mengalami perluasan dengan memasukkan perkembangan-perkembangan baru, antara lain.
a.    Akuntansi internasional
b.    Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting)
c.    Akuntansi sosio-ekonomi
d.   Akuntansi pemerintahan
e.    Akuntansi nirlaba
f.     dst
      Riset dan praktik yang ada telah membawa akuntansi ke batas yang baru, menjadikan akuntansi sebuah ilmu yang lengkap.
     2.      Akuntansi Seni atau Ilmu?
    Selama ini literatur-literatur akuntansi telah mengembangkan suatu debay yang 
berkepanjangan menyangkut pertanyaan mengenai apakah akuntansi merupakan sebuah 
ilmu(sains) atau seni?
    Para pendukung akuntansi adalah ilmu menyarankan agar mengajarkan model pengukuran 
akuntansi untuk dapat memberikan pandangan yang lenih konseptual kepada para mahasiswa 
akuntansi mengenai apa yang hendak dilakukan oleh akuntansi akrual konvensional dalam 
memenuhi sasaran umum guna melayani kebutuhan para penggunanya, untuk menumbuhkan 
pemikiran-pemikiran kritis di bidang akuntansi  dan perubahan-perubahan dinamis yang terjadi 
di dalamnya.
    Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa akuntansi adalah seni atau keahlian menyarankan 
agar keahlian akuntansi yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pedagang yang baik harus 
diajarkan dan memerlukan adanya pendekatan “legalistik” terhadap akuntansi.
    Bagaimana akuntansi diajarkan, apakah sebagai ilmu atau seni (keahlian), akan memengaruhi 
cara pandang terhadap bidang studi ini.
    Argumen bahwa akuntansi sebagai seni dipandang sangat tidak tepat untuk kondisi masa 
sekarang, apalagi dikaitkan dengan malah estetika (Suwardjono,2005), karena kalau akuntansi 
dikatakan sebagai seni maka yang dimaksud adalah cara-cara menerapkannya dalam praktik.   
    Starling (1975), juga menolak akuntansi dikatakan sebagai seni, karena menurutnya akuntan 
tidak  menyelesaikan masalah, melainkan membuang masalah tersebut. Sering sekali masalah 
terus diperdebatkan secara kontroversial, kemudian dibuang dan kemudian muncul lagi masalah 
tersebut, dibuang lagi dan seterusnya muncul lagi, demikian seterusnya.
     Alasan mengapa akuntan tidak dapat menjawab permasalahan karena mereka membentuk 
pertanyaan yang tidak mungkin diperoleh suatu jawaban. Menurut Starling kesalahan tersebut 
berada pada definisi akuntansi itu sendiri, karena pada awalnya akuntansi didefinisikan sebagai 
seni bukan ilmu, oleh karena itu masalah akuntansi dipecahkan berdasarkan kesepakatan bukan 
berdasarkan hukum yang menjadi dasar suatu ilmu.
           Secara realitas, definisi akuntansi sebagai seni juga sudah semestiny dipermasalahkan. 
      Terlebih dengan kemajuan teknologi misalnya pada saat akuntan dihadapkan pada keadaan saat 
      sistem pencatatan dilakukan dengan terkomputerisasi, proses pengolahan datanya tidak lagi 
      melalui pencatatan tetapi melalui optic, dealing atau keyboard sehingga sama sekali tidak 
      melibatkan proses konvensional.

    3.   Sifat dan Peranan Akuntansi
                  Sifat-sifat baik (virtue) dari praktik akuntansi meliputi.
a.    Kejujuran dari akuntan pada umumnya dan auditor pada khususnya.
b.    Memiliki kepedulian terhadap status ekonomi pihak lain dalam bentuk penyelenggaraan   dan akuntabilitas.
c.    Sensitif terhadap nilai kerja sama dan konflik dengan mengantisipasi terjadinya konflik dan menciptakan adanya penegakan kerja sama melalui penggunaan teknik akuntansi manajemen.
d.   Komunikatif dengan menceritakan pengalaman-pengalaman ekonomi melalui dialog-dialog akuntansi.
e.    Penyebaran informasi ekonomi dengan memberikan informasi mengenai ekonomi untuk pengambilan keputusan.
Tetapi terkadang realisasi dari sifat-sifat di atas terhalang oleh kendala-kendala, diantaranya.
a.    Dominasi dari imbalan eksternal yang mengancam kebebasan auditor
b.    Kekuatan institusi yang merusak
            c.  Kegagalan membedakan antara sifat baik dengan hukum
     d.  Dan informasi lainnya.
Prakash dan Rappaport memberikan suatu kerangka referensi yang menarik, yang didasarkan pada arus informasi, yang menunjukkan peranan akuntansi dalam memberikan jenis informasi yang menyatukan proses-proses manajerial dan menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya
. 

  B.  Pengukuran dalam Akuntansi
   1. Hakikat Pengukuran dalam Akuntansi 
          Pengukuran memiliki arti pemberian angka-angka pada objek atau kejadian-kejadian 
       menurut aturan-aturan tertentu. Langkah pertama dalam akuntansi adalah mengidentifikasi, 
       memilih objek-objek, aktivitas-aktivitas, dan atribut-atributnya yang dianggap relevan bagi 
           para pengguna sebelum pengukuran yang sebenarnya dilakukan.
          Tentunya terdapat batasan bagi pelaksanaan pengukuran, hal ini dikarenakan keterbatasan   
       data yang tersedia sekaligus sifat-sifat khusus dari lingkungan, seperti ketidakpastian, 
       kurangnya   objektivitas dan kemampuan verifikasi.
  2.  Jenis Ukuran
         Terdapat beberapa jenis ukuran yang mungkin dalam akuntansi:
a.    Ukuran akuntansi dapat langsung maupun tidak langsung.
                 Ukuran langsung adalah ukuran nyata dari suatu objek atau atribut yang ia miliki. 
            Ukuran tidak langsung diambil secara tidak langsung melalui suatu transformasi aljabar 
            dari sejumlah angka yang mencerminkan ukuran langsung dari beberapa objek atau atribut.
b.    Dilihat dari dimensi waktu, ukuran akuntansi diklasifikasikan sebagi ukuran lampau, ukuran masa kini, atau ukuran masa depan.
c.    Jika dilihat secara relatif terhadap waktu ketika ukuran dibuat, ukuran akuntansi diklasifikasikan menjadi:
·      tiga jenis ukuran masa lampau: ukuran masa lampau retrospektif, ukuran masa lampau kontemporer, dan ukuran prospektif
·      dua jenis ukuran masa kini: ukuran masa kini kontemporer dan ukuran masa kini prospektif
·      seluruh ukuran masa depan menjadi ukuran prospektif
d.   Pengukuran dapat berupa:
·      pengukuran fundamental dimana suatu angka dapat diberikan kepada suatu sifat sesuai dengan referensinya, tidak bergantung pada variabel-variabel yang lain.
·      pengukuran turunan yang bergantung kepada pengukuran dari dua atau lebih kuantitas dan bergantung kepada adanya suatu teori empiris yang telah diverifikasi yang menghubungkan suatu sifat tertentu dengan sifat yang lain.
            e.  Pengukuran dapat dilakukan ketika teori empiris yang telah dikonfirmasikan mungkin

                dapat digunakan untuk mendukung keberadaan pengukuran. Dan pengukuran dapat dibuat
                melalui suatu keputusan resmi yang didasarkan pada definisi arbitrer.

          3.  Jenis Skala
          Setiap pengukuran dibuat dalam satu skala. Skala dapat diuraikan dalam istilah umum 
      sebagai skala nominal, ordinal, interval, dan rasio.
         Skala nominal (nominal scale) akan membantu dalam penentu keseimbangan, seperti 
      penomoran pemain sepakbola. Skala ini merupakan sistem pengklasifikasian atau pelabelan 
      yang sederhana seperti dalam kasus kode akun. Angka yang diberikan mencerminkan objek itu
      sendiri, bukan sifat yang dimiliki.
          Skala ordinal (ordinal scale) membantu dalam penetuan lebih besar atau lebih kecil suatu 
      hal. Skala ini merupakan urutan sistem preferensi.
          Skala interval (interval scale) memberikan nilai yang seimbang kepada interval-interval di 
      antara angka-angka yang telah diberikan.
          Skala rasio (ratio scale) membantu dalam penentuan keseimbangan dari rasio, dengan 
      tambahan fitur dari adanya suatu awal yang unik, titik nol yang alamiah .
          Akuntansi bergantung pada setiap skala pengukuran di atas. 

 C.      Pemikiran di Balik Akuntansi Pencatatan Berpasangan
  Akuntansi pencatatan berpasangan meraih ketenarannya melalui Luca Pacioli dalam  bukunya Summa de Arithmetica, Geometria, Proportioni et Proportionalita. Ia memberikan suatu deskripsi mengenai pembukuan, pencatatan berpasangan, yang dikenal sebagai “metode Venesia”.
Akuntansi pencatatan berpasangan terdiri dari dua jenis: akuntansi pencatatan berpasangan klasifikasional dan kausal. Kedua jenis pencatatan tersebut bergantung pada keseimbangan sisi debit dan kredit.
Akuntansi pencatatan berpasangan klasifikasional ditujukan untuk tetap menjaga persamaan akuntansi fundamental yang merangkum posisi klasifikasional sebagai berikut:

Aktiva = Kewajiban + Ekuitas Pemilik

Akuntansi pencatatan berpasangan kausal menggambarkan hubungan sebab akibat antara suatu kenaikan dan penurunan. Nilai dari kenaikan (debit) di-offset oleh nilai penurunan yang sama (kredit).


D.   Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum atau GAAP           
          Akuntansi dipraktikkan dalam suatu kerangka yang implisit. Kerangka ini dikenal sebagai
       prinsip-prinsip yang berlaku umum (GAAP). Pernyataan dari Accounting Principles Board
       (APB) of the American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) menyatakan bahwa
       GAAP mencatat “pengalaman, alasan, kebiasaan, penggunaan, dan .. kebutuhan praktis dan
       mereka .... mencakup ketentuan, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk mendefinisikan
       praktik akuntansi yang berlaku umum. Ini adalah pedoman bagi profesi akuntansi dalam
       pemilihan teknik-teknik akuntansi dan pembuatan laporan keuangan dengan cara yang dianggap
       sebagai praktik akuntansi yang baik.

E.   Kebijakan Akuntansi dan Perubahannya
 Perusahaan perlu menentukan pilihan di antara berbagai metode akuntansi yang berbeda-beda dalam melakukan pencatatan transaksi dan pembuatan laporan keuangannya. Pilihan-pilihan ini, seperti yang diunkapan di atas mengenai prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, mencerminkan kebijakan akuntansi dari perusahaan tersebut.
              Kebijakan tersebut didefinisikan oleh APB dengan Opini No. 22, Pengungkapan dari Kebijakan yang Disetujui (April 1972), paragraf 6:
 
              Kebijakan akuntansi dari suatu entitas pelaporan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang
spesifik dan metode-metode penerapan prinsip-prinsip tersebut yang dinilai oleh manajemen dari entitas tersebut sebagai yang paling sesuai dengan kondisi yang ada untuk menyajikan secara wajar posisi keuangan, perubahan yang terjadi pada posisi keuangan, dan hasil operasi sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan karena itu telah diadopsi untuk pembuatan laporan keuangan.

Perusahaan juga membuat perubahan-perubahan akuntansi sebagai bagian dari kebijakan akuntansi. Perubahan dalam prinsip-prinsip dan estimasi akuntansi dilihat dari segi keinginan manajemen untuk merai tujuan-tujuan tertentu.

F.   Akuntansi yang Dirancang
              Jika seorang pengamat memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu dari luar idang akuntansi  
      memeriksa disiplin ilmu akuntansi dan prosese akuntansi serta outputnya, ia mungkin akan 
      dengan mudah tergoda untuk melihat lebih jauh berbagai usaha percobaan. Fenomena ini dapat 
      disebut sebagai akuntansi yang dirancang(disigned accounting) karena kekontrasan yang 
      dimilikinya dengan pemilihan teknik dan solusi yang didasarkan pada suatu prinsip, suatu 
      fenomena yang disebut akuntansi prinsip. Aspek-aspek dari akuntansi yang dirancang termasuk 
      konsep-konsep yang berbeda seperti:
   1. Hipotesis Salah Saji Keuangan Secara Selektif

           Hipotesis salah saji keuangan secara selektif diasumsikan melintas kedua sektor publik dan 
      pribadi karena para partisipan di kedua sektor tersebut dimotivasi untuk mendukung standart-
      standart yang secara selektif membuat salah saji dari realitas ekonomi ketika hal tersebut sesuai
      dengan tujuan mereka. Ini berlaku untuk manajer, pemegang saham, auditor, dan para penyusun
      standart. Situasi ini menuntut adanya suatu perubahan dengan mengisolasi proses penentuan
      standart dari jangkauan regulator. Revsine mengusulkan proses empat langkah berikut:
      a. Mendidik publik
      b. Memperbaiki proses pemilihan dan pengawasan para penyusun standar
      c. Menetapkan peraturan pendanaan baru dan Menciptakan independensi bagi para penyusun
          standart.
     d. Menciptakan independensi bagi para penyusun standart.
2.  Perataan Laba
      Perataan laba (income smoothing) adalah pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun   
dengan  memindahkan pendapatan dari tahun-tahun yang tinggi pendapatannya ke periode-
periode  yang kurang menguntungkan. Artikel yang ditulis oleh Eckel memberikan klasifikasi 
yang lebih mendetail mengenai berbagai jenis arus perataan laba. Perbedaan pertama dinyatakan 
antara perataan yang dibuat atau disengaja dan perataan alami. Perbedaan yang kedua adalah untuk
mengklasifikasi perataan yang dibuat atau disengaja tadi menjadi suatu perataan artifisial atau
perataan nyata.
     Perataan yang sesungguhnya melibatkan pilihan yang disengaja dan perubahan waktu dari
transaksi yang dapat mempengaruhi arus kas dan mengendalikan peristiwa ekonomi yang 
mendasarinya. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih dan mengubah waktu pembelian, 
menyewa produksi, investasi, enjualan, penganggaran modal, penelitian dan pengembangan, 
periklanan dan keputusan lainnya. Pada dasarnya ini adalah suatu pilihan pelaksanaan bisnis yang 
secara sengaja akan mengubah arus kas dar subuah perusahaan ke arah peredaman fluktuasi dari 
pendapatan.
    3.   Manajemen Laba

        Manajemen laba (earning management) yaitu suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan 
pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat mencapai tingkat laba yang 
diharapkan. Schipper melihat manajemen laba sebagai suatu intervensi yang disengaja pada proses
pelaporan eksternal dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan pribadi. Schipper 
juga melihat manajemen laba baik dari sudut pandang ekonomi (nyata) maupun dari sudut 
pandang informasional. 

      Definisi yang dikemukakan oleh Healy dan Wahlen di atas berfokus pada penerapan 
pertimbangan dalam laporan keuangan. Oleh karenanya, terdapat sisi baik dan sisi buruk dari  
manajemen laba:a)sisi buruknya adalah biaya yang diciptakan oleh kesalahan alokasi dari sumber-
sumber daya dan ,b)sis baiknya adalah potensi peningkatan kredibilitas manajemen dalam 
mengkomunikasikan informasi pribadi kepada pemangku kepentingan eksternal, dan
memperbaiki keputusan dalam alokasi sumber-sumber daya.

    4.    Kreativitas dalam Akuntansi
              Kreativitas dalam akuntansi menyiratkan suatu interprestasi yang liberal atas aturan-aturan 
         akuntansi yang memungkinkan dilakukannya pilihan sehingga dapat dihasilkan penggambaran 
         situasi keuangan yang lebih atau kurang optimis jika dibandingkan dengan situasi nyata.
    Bentuk-bentuk kreativitas dalam akuntansi ini biasanya dikenal dalam praktik dan literatur 
sebagai akuntansi “mandi besar”(big bath) dan akuntansi kreatif.

 a.    Akuntansi mandi besar (big bath accounting) umumnya mengacu pada langkah-langkah yang diambil oleg manajemen untuk secara drastis mengurangi laba per lembar saham saat ini untuk mendapatkan peningkatan laba per lembar saham di masa depan. Seperti yang dinyatakan Healy jika pendapatan begitu rendahnya sehingga prosedur akuntansi apapun yang dipilih tetap tidak akan dapat mencapai sasaran pendapatan, para manajer mendapatkan insentif untuk semakin menurunkan pendapatan saat ini dengan menangguhkan pendapatan atau mengekselerasi penghapusan, sebuah strategi yang dikenal dengan melakukan “mandi”.
b.    Akuntansi kreatif (creative accounting) biasanya digunakan oleh pers populer untuk mengacu pada apa yang dianggap oleh jurnalis dilakukan oleh akuntan untuk menjadikan laporan keuangan tampak lebih bagus dari yang seharusnya.

    5.    Kecurangan dalam Akuntansi


Kecurangan merupakan pengelabuhan yang disengaja yang dilakukan oleh orang lain melalui 
kebohongan dan penipuan untuk tujuan memperoleh keuntungan ekonomi, pribadi, sosial, 
ataupun 
politik yang tidak adil atas orang tersebut. Macam-macam kecurangan.
a.    Kecurangan korporat
Kejahatan ekonomi yang dilakukan oleh pejabat, eksekutif,dan atau manajer pusat laba dari perusahaaan publik untuk memenuhi kebutuhan ekonomi jangka pendek mereka.
b.    Kecurangan dalam pelaporan keuangan
Yaitu perlakuan yang di sengaja baik tindakan, atau penghilangan yang menghasilkan laporan keuangan yang secara material menyesatkan. Terdapat suatu strategi yang disengaja untuk melakukan kecurangan melalui pendistorsian informasi dan catatan-atatannya. Perilaku ini terjadi ketika para manajer memiliki tingkat kepercayaan yang rendah terhadap mampu tidaknya suatu informasi dianalisis serta dalam kemampuan pengukuran dan verivikasi data. Faktor terjadinya kecurangan pelaporan akuntansi adalah kegagalan dari institut pendidikan akuntansi dalam mengajarkan cara mendeteksi kecurangan dan pentingnya pendeteksian terhadap keseluruhan sistem pelaporan keuangan. Salah satu pengungkapan keuangan yang disyaratkan oleh program penegak kecurangan terdapat empat area:
·      Masalah likuiditas
·      Tren dan faktor operasional yang mempengaruhi laba dan rugi
·      Peningkatan yang material dalam pinjaman bermasalah harus dilaporkan oleh intitusi keuangan
·      Perusahaan tidak dapat menghindari kewajiban pengungkapannya ketika menghadapi penurunan atau kegagaln bisnis.
·      Kejahatan kerah putih
Hartung mendifinisikannya sebagai suatu pelanggaran atas hukum yang mengatur bisnis, yang dilakukan terhadap suatu perusahaan oleh perusahaan tersebut atau agen-agennya dalam pelaksanaan usahanya. Kejahatan kerah putoh belum dipersalahkan dengan bobot seperti kejahatan umumnya. Kejahatan kerah putih dapat dikenali dari lima komponen utamanya:1) maksud untuk melakukan kejahatan, 2) menyamarkan tujuan, 3) menggantungkan diri pada kenaifan korban, 4) tindakan korban secara sukarela untuk membantu pelaku kejahatan, 5) penyembunyian pelanggaran tersebut.
·         Kegagalan audit
Yaitu kegagalan audit dalam mendeteksi dan memperbaiki atau mengungkapkan penghilangan atau kesalahan saji informasi keuangan yang material. Maka kemudian tingkat kualiatas auditlah yang dapat menghindarkan terjadinya kegagalan audit. Kualitas audit (audit quality) adalah sebagai probabilitas bahwa laporan keuangan tidak memuat penghilangan ataupun kesalahan saji yang material.
Namun kegagalan audit memang terjadi dan sebagai konsekuensinya akan membuat kantor akuntan publik berhadapan dengan litigasi yang merugikan dan hilangnya reputasi, belum termasuk keputusan yang diberikan oleh pengauditan dan penyelesaian di luar persidangan.
Kegagalan bisnis dan kecurangan manajemen memainkan peranan yang sangat penting dalam terjadinya kegagalan audit, yang meminta auditor untuk mengambil sikap yang bertanggungjawab dalam pendeteksian kecurangan, karena ia dapat mempengaruhi kualitas audit, risiko audit, dan potensi terjadinya litigasi yang merugikan.
G.   Proletarisasi Teknis dan Ideologis Para Akuntan
              Akuntan sebagai karyawan profesional di organisasi akuntansi atau non akuntansi dipandang sebagai anggota dari kelas baru profesional yang digaji. Para akuntan enggan untuk meninggalkan pemikiran akan suatu posisi ekonomi yang independen akan tetapi semakin banyak dari mereka yang bergabung dengan perusahaan akuntansi dan non akuntansi, besar dan kecil, korporal atau birokrasi pemerintahan. Apa yang dihasilkan oleh perkembangan ini adalah proletarisasi atas akuntan, yang bekerja menurut suatu pembagian tenaga kerja yang disususn dan diawali oleh manajemen, mengikuti aturan prosedural dan pengulangan rutin yang diciptakan oleh proses administratif dan atau keputusan resmi. 
             Proletarisasi akuntan mencerminkan adanya suatu pergeseran pengendalian ke arah majikan atau manajemen dan hilangnya kebebasan kreatif yang telah dinikmati akuntan sebagai profesional yang bekerja sendiri. Dalam prosesnya, seperti yang menjadi teori dari Marx, mereka kehilangan kendali atas baik arti maupun akhir dari tenaga kerja, suatu fenomena yang dikenal sebagai proletarisasi teknis (technical proletarianization). 
            Disamping proletarisasi teknis munculnya kelas pekerja baru menimbulkan pula proletarisasi 
      ideoligis (ideological proletarianzation). Proletarisasi ideologis mungkin dapat lebih dinyatakan 
      dalam akuntansi karena ketidakmampuan akuntan secara umum untuk mengendalikan kebijakan 
      operasional dan sasaran spesifik dan tujuan pekerjaan. Untuk saat ini, sebagai jawaban atas 
      proletarisasai teknis dan ideologis, akuntan dan juga para anggota lain sari elas pekerja baru dapat
      merespon sengan melakukan desensitisasi ideologis, suatu penolakan atau pemisahan diri dari 
      kendali ideologis pekerjaan, menyangkal adanya kepntingan ataupun tanggung jawab untuk 
      isu-isu sosial dimana pekerjaan mereka ditempatkan.

H.   Kesadaran Para Pengguna yang Direkayasa
           Dalam merekayasa kesadaran dari para pengguna melalui penyebaran informasi secara selektif manajemen dapat menambahkannya dengan pencucian otak dan hipnotis secara kolektif atau pengondisian sosial. Sehingga, persoalannya adalah bahwa pengguna sebaiknya mendapatkan informasi dengan baik, dan akibatnya suatu norma demokratis telah ditegakkan. Pembuatan kesadaran adalah suatu kendala dalam ekspansi data yang relevan bagi para pengguna.

I.    Prespektif Etika Akuntansi
       1. Etika Utilitarian
          Pendekatan ini melihat apakah suatu tindakan dapat dianggap secara moral benar atau salah 
      dengan hanya didasarkan kepada konsekuensi akibat dari kita melakukannya. Keunggulan dari 
      etika utilitarian berhubungan dengan.
a.    Sasaran moralitas
b.    Proses pemikiran moral
c.    Fleksibilitas dan pengecualian
d.   Menghindari konflik aturan
Kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan utilitarianisme adalah.
a.    Penolakan dari kewajiban khusus
b.    Penolakan dari hak asasi
c.    Penolakan dari keadilan
       2. Etika Deontologi
Pendekatan ini mempertimbangkan suatu tindakan yang menurut moral benar jika ia telah sesuai dengan aturan moral yang tepat. Sebuah tindakan yang melanggar aturan tersebut namun ternyata menghasilkan suatu hal yang menguntungkan akan tetap dianggap salah. Sumber aturan tersebut dapat berupa teologis yang mengandung artian bahwa tindakan tersebut ditentukan sebagai sesuatu yang bermoral oleh suatu agama, atau sosialis yang mengandung artian bahwa mereka merupakan hasil dari suatu konsensus sosial yang menentukan apakah tindakan terebut adalah merupakan suatu tindakan yang benar atau salah. Karena adanya keterbatasan-keterbatasan dari kedua sumber di atas, digunakan kriteria yang diterapkan berdasarkan atas konsekuensi menerapkan suatu kumpulan aturan moral tertentu, atau kemampuan yang seharusnya kita miliki mengenai intusi moral.
     3.   Pemikiran Akan Kelayakan
              Satu alternatif baik dari etika utilitarianisme maupun etika deontologi ditawarkan oleh 
           pemikiran akan kelayakan (notion of filtingness). Kelayakan dapat digunakan untuk 
           mengevaluasi moralitas dari suatu tindakan melalui suatu referensi terhadap apakah mereka 
           pantas dan sesuai dengan etos yang diakui bersam-sama oleh individu dan masyarakat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar