Sabtu, 29 November 2014

BAB 11






TUGAS TEORI AKUNTANSI


BAB 11
Pendekatan-pendekatan Peristiwa dan Perilaku












PENDEKATAN-PENDEKATAN PERISTIWA DAN PERILAKU



Resume untuk memenuhi tugas matakuliah Teori Akuntansi
yang dibina oleh H. Eka Ananta Sidharta, S.E., M.M.Ak.




oleh
ASHFA EL FAJRIYYA H.A          120422403180
SUTRIA KUMALASARI               120422403192



Description: Description: Description: Description: Description: Description: D:\Materi Kuliah\Logo UM\download (4) copy.png






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
November 2014

PENDEKATAN-PENDEKATAN PERISTIWA DAN PERILAKU

A.  Pendekatan peristiwa
1.    Hakikat dari pendekatan peristiwa
Pendekatan peristiwa, menyatakan bahwa tujuan akuntansi adalah “untuk menyediakan informasi yang relevan tentang peristiwa ekonomi yang dapat bermanfaat bagi berbagai model keputusan”. Menjadi tanggung jawab akuntan untuk menyediakan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dan memberikan kepada pengguna peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan model keputusan mereka, dan menjadi tanggung jawab pengguna untuk menggabungkan dan menetapkan bobot serta nilai bagi data-data yang dihasilkan oleh peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan fungsi utilitas mereka masing-masing.
Pengguna, mengubah peristiwa menjadi informasi akuntansi yang sesuai dengan model keputusan pengguna itu sendiri. Sehingga kandungan laporan akuntansi merupakan refleksi observasi dari dunia riil, bukan “kesimpulan yang dikehendaki manajer, yang menggunakan teknik akuntansi altematif untuk tujuan manipulasi, bukan untuk memberi informasi”.
Peristiwa merupakan segala tindakan yang dapat digambarkan dengan satu atau lebih dimensi dasar atau ciri. Menurut Johnson, “peristiwa” berarti “observasi yang layak mengenai karakteristik tertentu suatu tindakan sehingga seorang pengamat dapat mengatakan bahwa saya meramalkan dan melihat sendiri hal itu terjadi”.
Dengan demikian, karakteristik suatu peristiwa dapat diobservasi secara langsung dan karakteristik ekonomi dapat bermanfaat bagi pengguna. Karena jumlah karakteristik dan jumlah peristiwa mudah terpengaruh oleh observasi yang mungkin relevan bagi model keputusan seluruh pengguna, maka pendekatan peristiwa mengusulkan suatu pengembangan yang luar biasa mengenai data akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan. Karakteristik suatu peristiwa, selain nilai moneter, harus dapat diungkapkan. Pendekatan peristiwa juga mengasumsikan bahwa tingkat penggabungan dan pengevaluasian data akuntansi diputuskan oleh pengguna, menurut fungsi pengguna.
2.    Laporan keuangan dan pendekatan peristiwa
Apa konsekuensi pendekatan peristiwa pada laporan tahunan konvensional?
Pada pendekatan nilai, neraca dianggap sebagai indikator posisi keuangan perusahaan pada suatu periode. Pada pendekatan peristiwa, neraca dianggap sebagai komunikasi tidak langsung mengenai seluruh peristiwa akuntansi yang relevan bagi perusahaan sejak berdiri.
Pada pendekatan nilai, laporan keuangan dianggap sebagai suatu indikator kinerja keuangan perusahaan pada periode tertentu. Pada pendekatan peristiwa, laporan keuangan dianggap sebagai komunikasi langsung mengenai peristiwa peristiwa operasi yang terjadi selama periode tertentu.
Pada pendekatan nilai, laporan aliran kas dianggap sebagai suatu ungkapan perubahan pada kas. Tetapi, pada pendekatan peristiwa, laporan aliran kas lebih baik dipandang sebagai ungkapan peristiwa-peristiwa keuangan dan investasi. Dengan kata lain, relevansi suatu peristiwa bukan hasil aliran kas, yang menentukan pelaporan suatu peristiwa dalam laporan aliran kas.
3.    Teori peristiwa normatif dari akuntansi
Teori akuntansi mengenai peristiwa-peristiwa normatif telah disimpulkan secara tentatif sebagai: Usaha untuk menarik perhatian orang (pemegang saham, karyawan, manajer, pemasok, pelanggan, badan-badan pemerintah, yayasan) agar dapat memprediksi dengan lebih baik, maka karakteristik, yang paling relevan bagi peristiwa penting (internal, lingkungan, dan transaksional) yang memengaruhi organisasi, digabungkan (secara bertahap dan antar bagian) secara periodik dan bebas dari konklusi yang bias.
Jadi, tujuan teori akuntansi mengenai peristiwa normatif adalah memaksimalkan keakuratan peramalan laporan akuntansi dengan berfokus pada ciri-ciri yang paling relevan dari peristiwa-peristiwa yang penting bagi pengguna. Teori ini menyatakan bahwa.
a.    Suatu taksonomi yang ekplisit dari peristiwa-peristiwa nyata, yang harus dilaporkan oleh akuntan.
b.    Perencanaan klasifikasi yang lebih efektif, dengan referensi khusus pada label-label yang memungkinkan untuk mengaitkan peristiwa-peristiwa tertentu dengan peristiwa lain yang terkait.
c.    Pembuataan struktur sistem informasi akuntansi berbasis peristiwa.
4.    Sistem informasi akuntansi berbasis peristiwa
Salah satu cara untuk mencapai tujuan teori akuntansi mengenai peristiwa normatif adalah dengan mengintegrasikan pendekatan peristiwa dengan pendekatan database pada manajemen informasi yang mempunyai asumsi bahwa suatu perusahaan membuat database yang dikelola terpusat untuk dibagikan kepada sejumlah besar pengguna yang mempunyai kebutuhan beragam. Sistem akuntansi yang seperti itu meliputi model.
a)    Model hierarkis didasarkan pada ide sistem informasi akuntansi peristiwa yang memungkinkan penggunanya membuat pertanyaan ilmiah (inquiry) pada database.
b)   Model jaringan didasarkan pada konsep akuntansi multi dimensi yang dinyatakan oleh Ijiri dan Chames, Colantoni, dan Cooper. Model ini menggunakan input database yang tidak terstruktur pada awalnya dan juga menggunakan suatu kumpulan pertanyaan ilmiah atau data yang kemudian dikembangkan menjadi suatu struktur data hierarkis, yang dapat meminimalkan jumlah catatan yang diakses untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukan.
c)    Model relasional didasarkan pada teori relasi pada matematika. Pada dasarnya, suatu database merupakan suatu kumpulan relasi dengan berbagai macam tingkatan dan waktunya yang berbeda-beda pula. Para pengguna berinteraksi dengan model melalui suatu bahasa yang bermakna bagi pengguna tertentu. Pekerjaan penting yang harus dilakukan adalah meningkatkan penerapan pendekatan relasional ini pada model akuntansi.
d)   Model hubungan entitas mengasumsikan bahwa sistem akuntansi dimodelkan secara alamiah pada lingkungan database sebagai suatu kumpulan entitas dunia riil dan hubungan di antara entitas-entitas tersebut. Model ini pada dasarnya menggantikan daftar rekening tradisional dan prosedur pembukuan double entry dengan memandang hubungan entitas dalam bentuk tabel entitas dan tabel hubungan.
e)    Model akuntansi REA merupakan penyajian fenomena akuntansi yang digeneralisasi, yang komponen-komponennya terdiri dari sekumpulan penyajian sumber daya ekonomi, peristiwa-peristiwa ekonomi, dan agen-agen ekonomi.
5.    Evaluasi atas pendekatan peristiwa
Pendekatan peristiwa menawarkan keunggulan dan kelemahan tertentu. Keunggulannya terutama berasal dari usaha-usaha untuk menyediakan informasi mengenai peristiwa-peristiwa ekonomi yang relevan, yang mungkin dapat bermanfaat bagi berbagai model keputusan. Sehingga informasi lebih banyak tersedia bagi pengguna, yang kemudian dapat diterapkan pada fungsi utilitasnya untuk menentukan sifat dan tingkat penggabungan informasi yang mereka butuhkan untuk pembuatan keputusan.

B.  Pendekatan Perilaku
1.    Hakikat dari pendekatan perilaku
Sebagian besar pendekatan tradisional dalam penyusunan teori akuntansi telah gagal untuk mempertimbangkan perilaku pengguna secara khusus dan asumsi-asumsi keperilakuan secara umum. Pendekatan keperilakuan pada pembuatan teori akuntansi menekankan pada relevansi pembuatan keputusan mengenai informasi yang dikomunikasikan (berorientasi pada keputusan yang dikomunikasikan), dan perilaku individual dan kelompok yang disebabkan oleh komunikasi informasi (berorientasi pada pembuat keputusan). Akuntasi diasumsikan berorientasi pada tindakan yang tujuannya adalah untuk mempengaruhi tindakan (perilaku) secara langsung melalui kandungan informasi pesan pesan yang disampaikan dan secara tidak langsung melalui perilaku para akuntan. Karena akuntansi dianggap sebagai proses keperilakuan, maka pendekatan keperilakuan pada pembentukan teori akuntansi menerapkan ilmu keperilakuan pada akuntansi.
2.    Dampak perilaku dari informasi akuntansi
Penelitian mengenai kecukupan dan penggunaan pengungkapan menunjukkan penerimaan umum mengenai kecukupan laporan keuangan yang ada, pemahaman dan pengertian umum mengenai laporan keuangan, dan suatu pengakuan bahwa perbedaan pada kecukupan pengungkapan antar laporan keuangan disebabkan variabel-variabel, misalnya besar perusahaan, profitabilitas, serta besar dan status kantor auditor.
Dampak keputusan prosedur-prosedur akuntansi dijelaskan terutama dalam konteks penggunaan tehnik-tehnik persediaan yang berbeda, informasi tinghat harga (price level), dan informasi non-akuntansi. Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa teknik-teknik altematif akuntansi dapat mempengaruhi keputusan individual, dan sejauh mana pengaruhnya tergantung pada sifat tugas, karakteristik pengguna dan sifat lingkungan eksperimental.
3.    Dampak linguistik dari data dan teknik akuntansi
Berbagai penggabungan dalam akuntansi akan menimbulkan repertoire atau kode linguistik yang berbeda pada komunikasi interkelompok dan/atau komunikasi antar kelompok. Konstruk (construct) linguistik digunakan untuk menyesuaikan tidak adanya konsensus pada makna konsep akuntansi, sehingga masalah masalah tertentu diidentifikasi sebagai kebutuhan penelitian berikutnya, yaitu.
a.    Sifat “bahasa institusional” pada setiap kelompok profesional akuntansi;
b.    Adanya kode linguistik yang terhubung secara profesional dalam bidang akuntansi, yang terdiri dari “bahasa formal” dan “bahasa publik”; dan
c.    Pelaksanaan suatu pengujian untuk menentukan apakah bahasa publik dipahami oleh pengguna data formal (misalnya mahasiswa) atau tidak.
Penelitian lainnya telah menggali dampak linguistik data dan teknik-teknik akuntansi tanpa mempertimbangkan tesis relativisme liguistik ataupun tesis sosiologika. Penelitian ini menitik beratkan pada perbedaan antara komunikasi inter dan antar kelompok mengenai data dan/atau teknik akuntasi antar pengguna dan pembuat data akuntansi.
4.    Fiksasi fungsional dan data
Kondisi-kondisi tertentu menyebabkan seorang pembuat keputusan tidak dapat menyesuaikan proses keputusannya, dan melakukan perubahan dalam proses akuntansi. Mereka mempertimbangkan faktor-faktor psikologis fiksasi fungsional. Para ahli psikologi tertarik pada fiksasi fungsional yang terkait dengan fungsi atau objek, sedangkan para peneliti akuntansi, yang dipengaruhi oleh eksplorasi Ijiri, Jaedicke, dan Knight, tertarik dengan fiksasi fungsional yang terkait dengan data.
Terdapat perbedaan antara fiksasi fungsional dan fiksasi data. Pada kasus fiksasi fungsional, para ahli psikologi menggunakan benda-benda, seperti medali, tali, dan kotak, untuk melakukan tugas yang relatif sederhana, sedangkan pada eksperimen fiksasi data, seluruh data digunakan untuk menyelesaikan masalah yang tidak terstruktur.
5.    Sifat induksi informasi
Walaupun dampak penggunaan informasi secara umum telah diketahui dan diterima sebagai bagian dari paradigma stimulus-respons, fenomena terkini mengenai induktor informasi atau induktor sederhana, yang diperkenalkan oleh Prakash dan Rappaport, dimaksudkan untuk merujuk pada proses yang kompleks yaitu perilaku individual dipengaruhi oleh informasi yang dibutuhkan untuk melakukan komunikasi. Induktor informasi timbul dari kecenderungan penerima untuk mengantisipasi kemungkinan penggunaan informasi, sebagai konsekuensi penggunaan informasi, dan tanggapan mereka terhadap konsekuensi tersebut.

C.  Pendekatan pemrosesan informasi manusia
1.    Model lensa
Model Lensa dari Brunswick memungkinkan untuk mengakui secara eksplisit mengenai saling ketergantungan antara variabel-variabel lingkungan dengan individual secara khusus. Model ini terutama digunakan untuk menilai situasi yang membutuhkan penilaian mengenai manusia, yang di dalamnya orang membuat penilaian dengan dasar sekumpulan petunjuk eksplisit yang diperoleh dari lingkungan. Model ini menekankan pada kemiripan antara lingkungan dengan tanggapan subjek.
Sebagian besar penelitian akuntansi menggunakan model lensa, yang didorong oleh kebutuhan untuk membangun model matematis yang menunjukkan keunggulan relatif dari petunjuk-petunjuk informasi yang berbeda beda (sering disebut penghimpunan kebijakan atau “policy capturing”), didorong oleh kebutuhan untuk mengukur keakuratan ketetapan dengan konsistensi, konsensus, dan prediktabilitasnya.
2.    Pertimbangan probabilitas
Penilaian probabilistik, sering disebut pendekatan Bayesian, menitik beratkan terutama pada perbandingan probabilitas penilaian intuitif dan model normatif. Model normatif bagi revisi probabilitas, disebut sebagai Teorema Bayes, digunakan sebagai model deskriptif bagi pemrosesan informasi manusia. Penelitian mengenai perolehan probabilitas telah berusaha untuk menetapkan validitas terpusat dari teknik-teknik perolehan yang berbeda dalam auditing, dan juga keakuratan serta dampaknya terhadap keputusan audit. Tidak ada kesimpulan umum yang dapat ditarik pada tingkat penelitian ini.
Penelitian mengenai penyimpangan perilaku pembuatan keputusan normatif menitikberatkan pada heuristik dan bias pada dasamya, keterwakilan dalam auditing, anchoring dalam auditing, anchoring dalam pengendalian manajemen, dan anchoring dalam analisis keuangan dan juga pada kemampuan pembuat keputusan untuk menjalankan peran sebagai penilai informasi. Tetapi hanya sedikit diketahui mengenai bagaimana kemampuan pemrosesan informasi oleh individu berinteraksi dengan struktur tugas untuk menghasilkan heuristik dan bias.
3.    Perilaku prakeputusan
Metode pelacakan proses berasal dari teori penyelesaian masalah yang dikembangkan oleh Newell dan Simon, yang berpendapat bahwa manusia mempunyai keterbatasan kapasitas untuk memproses informasi. Mereka juga berpendapat bahwa manusia mempunyai daya ingat berjangka pendek dengan kapasitas terbatas dan sebenarnya mempunyai daya ingat jangka panjang dengan kapasitas tidak terbatas. Sehingga manusia cenderung untuk menggambarkan kepuasan bukan tanggapan optimal, yang mengarahkan mereka agar menjadi adaptif (menyesuaikan diri). Sebaliknya, keadaptifan menyatakan bahwa penyajian kognitif tugas (sifat dan kompleksitas) menentukan cara penyelesaian masalah, karena tugas-tugas cenderung untuk diperoleh dan sehingga mengendalikan tanggapan keperilakuan dari pembuat keputusan.
4.    Pendekatan gaya kognitif
Pendekatan gaya kognitif menitikberatkan pada variabel-variabel yang mungkin mempunyai dampak pada kualitas ketetapan yang dibuat oleh para pembuat keputusan. Gaya kognitif merupakan pembentukan hipotetika yang digunakan untuk menjelaskan proses mediasi antara rangsangan dengan tanggapan. Terdapat lima pendekatan yaitu.
a.    Otoriterianisme (authoritarianism), timbul dari perhatian Adorno dan lainnya pada hubungan antara kepribadian, sikap anti demokrasi dengan perilaku. Para peneliti ini terutama tertarik pada individu-individu yang mempunyai cara berpikir, yang dapat membuat mereka mudah terpengaruh dengan propaganda anti demokrasi. Dua perilaku yang berkorelasi dengan otoriterianisme–kekauan dan ketidaktoleransian pada ambigultas–merupakan refleksi dari gaya kognitif dasar.
b.    Dogmatisme (dogmatism), timbul dari usaha Rokeach untuk mengembangkan ukuran otoriterianisme berbasis struktural, untuk menggantikan ukuran berbasis isi yang dikembangkan oleh Adomo dan teman-temannya. Minat mereka adalah untuk mengembangkan suatu ukuran gaya kognitif yang terbebas dari pemikiran isi.
c.    Kompleksitas kognitif (cognitive complexity), diperkenalkan oleh Kelly dan Bieri, menitikberatkan pada dimensi-dimensi psikologis yang digunakan oleh individu untuk membentuk lingkungannya dan untuk membedakan perilakunya dengan individu lain. Individu yang secara kognitif semakin kompleks diasumsikan mempunyai sejumlah besar dimensi, yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kepada pihak lain dibandingkan individu yang secara kognitif kurang kompleks. Para pembuat keputusan dapat juga dikelompokkan menurut gaya kognitifnya: heuristik dan analitik.
d.   Kompleksitas integratif (integrative complexity), dijelaskan oleh Harvey dkk, yang kemudian dikembangkan oleh Schroeder dkk, timbul dari pandangan bahwa orang-orang terikat pada dua aktivitas pemrosesan masukan panca indera: pembedaan (differentiation) dan penggabungan (integration).
e.    Ketergantungan pada bidang (field dependence), dijelaskan oleh Witkin dan teman-temannya, merupakan ukuran sejauh mana perbedaan dalam bidang persepsi. Individual yang tergantung pada bidang cenderung untuk menganggap keseluruhan organisasi sebagai suatu bidang dan relatif tidak dapat menganggap bagian-bagian bidang sebagai bagian yang terpisah. Tetapi, individual yang tidak tergantung pada bidang cenderung menganggap bagian-bagian bidang terpisah dari keseluruhan organisasi bidang tersebut, bukan menggabungkannya.
5.    Relativisme kognitif dalam akuntansi
Revolusi kognitif dalam psikologi sosial telah membangkitkan minat yang besar pada struktur pengetahuan mengenai daya ingat pada umumnya dan bagaimana orang-orang belajar, pada khususnya. Intisari relativisme dalam akuntansi adalah adanya proses kognitif yang diasumsikan dapat mengarahkan proses penilaian/keputusan. Model menunjukkan bahwa penilaian dan keputusan yang dibuat dari fenomena akuntansi, merupakan hasil dari sekumpulan operasi kognitif sosial yang mencakup observasi informasi fenomena akuntansi dan informasi skema-skema yang disimpan dalam memori, dan kemudian dipanggil kembali ketika dibutuhkan dalam pembentukan penilaian dan/atau keputusan.
6.    Relativisme kultural dalam akuntansi
Postulat relativisme budaya menyatakan bahwa budaya membentuk fungsi kognitif individual yang dihadapkan pada suatu fenomena akuntansi atau auditing. Budaya membentuk penelitian akuntansi. Penerapan budaya dalam akuntansi dapat dipandang sebagai media akuntansi. Budaya, pada intinya, menentukan proses penilaian/keputusan dalam akuntansi. Model mempostulasikan bahwa budaya, melalui komponen, elemen, dan dimensinya, menentukan penggunaan struktur organisasi, perilaku mikro organisasi, dan fungsi kognitif individual, sebagai cara untuk mempengaruhi proses penilaian/keputusannya ketika mereka dihadapkan pada fenomena akuntansi dan/atau auditing.

D.  Evaluasi atas pendekatan perilaku
Sebagian besar penelitian akuntansi keperilakuan yang dibahas pada bagian awal telah berusaha untuk membuat generalisasi mengenai perilaku manusia dalam hubungannya dengan informasi akuntansi. Tujuan implisit dari seluruh studi ini adalah untuk mengembangkan dan memverifikasi hipotesis keperilakuan yang relevan dengan hipotesis teori akuntansi, yaitu yang menyangkut kesesuaian dengan pengungkapan manfaat data laporan keuangan, sikap akibat praktik-praktik pelaporan perusahaan, materialitas ketetapan, dampak keputusan pada altematif prosedur akuntansi, dan komponen-komponen model pemrosesan informasi (masukan, proses, dan hasil).
Tetapi tujuan implisit ini belum dapat dicapai karena sebagian besar penelitian eksperimen dan survei mengenai akuntansi keperilakuan mempunyai kelemahan dalam keketatan teoretik dan metodologik. Studi-studi tersebut telah menjelaskan mengenai penggunaan surogasi dalam penelitian akuntansi keperilakuan tanpa adanya hasil yang meyakinkan. Dengan kata lain, pandangan eksperimen sebagai kontrak sosial menjelaskan hubungan antara subjek dengan eksperimenter. Beberapa aspek hubungan ini dapat mengancam validitas eksperimen.

E.  Kesimpulan
Bab ini telah menguraikan dengan panjang lebar arti dan temuan-temuan penting dari peristiwa, perilaku, dan pemrosesan informasi manusia manusia ke perumusan suatu teori akuntansi. Masing-masing pendekatan ini bergantung pada asumsi-asumsi yang berbeda dan pada metodologi-metodologi baru dan cara-cara yang unik, dalam memandang masalah-masalah akuntansi dan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Setiap pendekatan mulai menggunakan atribut-atribut dari paradigma khusus, karenanya menyebabkan akuntansi menjadi suatu ilmu pengetahuan paradigmis di mana paradigma-paradigma yang saling bersaing berusaha untuk mendapat dominasi.





DAFTAR RUJUKAN

Riahi, Ahmed & Belkaoui. 2011. Teori Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.






BAB 10






TUGAS TEORI AKUNTANSI


BAB 10
AKUNTANSI: SEBUAH ILMU DENGAN BERAGAM PARADIGMA













AKUNTANSI: SEBUAH ILMU DENGAN BERAGAM PARADIGMA



Resume untuk memenuhi tugas matakuliah Teori Akuntansi
yang dibina oleh H. Eka Ananta Sidharta, S.E., M.M.Ak.




oleh
ASHFA EL FAJRIYYA H.A          120422403180
SUTRIA KUMALASARI               120422403192



Description: Description: Description: Description: Description: D:\Materi Kuliah\Logo UM\download (4) copy.png






UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
November 2014

AKUNTANSI: SEBUAH ILMU DENGAN BERAGAM PARADIGMA

A.  Konsep Paradigma
1.    Perubahan-perubahan revolusioner, teori-teori, dan paradigma ekuilibrium tersela
Selama periode ekuilibrium, sistem akan menjaga dan melaksanakan pilihan dari struktur dalam mereka. Sistem akan membuat penyesuaian-penyesuaian yang melindungi struktur dalam dari gangguan internal dan eksternal, dan bergerak secara perlahan mengikuti jalur yang telah ditentukan dalam struktur dalam.
2.    Teori umum Kuhn tentang Revolusi ilmiah
Struktur adalah suatu jaringan kerangka kerja, “pilihan-pilihan” yang terindependen dari suatu konfigurasi dasar yang menyusun unit-unit suatu sistem, dan aktivitas-aktivitas yang mempertahankan baik konfigurasi maupun pertukaran sumber daya yang dimiliki oleh sistem dengan lingkungannya. Struktur dalam pada sistem-sistem yang diciptakan manusia sebagian besar bersifat implisit.
3.    Pandangan dari Ritzer mengenai banyaknya paradigma yang diterapkan pada akuntansi
Macam-macam Paradigma
Usulan-usulan di bawah ini di buat oleh terbitan dari American Accounting Asociation pada tahun 1997, yang berjudul Statement of Theory Appectance, paradigma-paradigma berikut ini diusulkan oleh terbitan tersebut:
a)    Paradigma antropologis
b)   Paradigma laba sebenarnya (true-income)/model keputusan.
c)    Paradigma keputusan(decision usefulness)/model keputusan.
d)   Paradigma kegunaan keputusan/pengambil keputusan(decision maker)/perilaku pasar agregat (agregate market bahavior)
e)    Paradigma kegunaan keputusan/pengambil keputusan/pengguna induvidu.
f)    Paradigma informasi/ekonomi
B.  Paradigma Antropologis/Induktif
Bagi mereka yang menerapkan paradigma antropologis/induktif, subyek permasalahan yang mendasar adalah:
1.    Praktik-praktik akuntansi yang sudah ada.
2.    Sikap manajemen terhadap praktik-praktik tersebut.
Para pendukung dari pandangan ini menyatakan secara umum bahwa teknik-tekniknya dapat diperoleh berdasarkan atas penggunaan mereka yang telah teruji atau bahwa manajemen memainkan suatu peranan utama dalam menentukan teknik-teknik yang akan diimplentasikan.
Konsekuensinya, tujuan penelitian tujuan akuntansi yang dikaitkan dengan paradigma antropologis/induktif adalah untuk memahami, menjelaskan dan meramalkan praktik-praktik akuntansi yang sudah ada.
Empat teori dapat di pertimbangkan sebagai bagian paradigma antropologis/induktif:
1.    Ekonomi informasi
2.    Model analitis/keagenan
3.    Perataan laba/hipotesis manajemen penghasilan
4.    Teori positif dari akuntansi
Mereka yang menerapkan paradigma antropologis/induktif cenderung akan menerapkan salah satu dari tiga teknik di bawah ini:
1.    Teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian perataan laba
2.    Teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian manajemen penghasilan
3.    Teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian teori positif

C.  Paradigma laba sebenarnya/deduktif
Bagi mereka yag menerapkan paradigma laba sebenarnya/deduktif, subyek permasalahan yang mendasar adalah:
1.    Penyusunan suatu teori akuntansi berdasarkan pada pemikiran yang logis dan normatif dan ketegasan konseptual.
2.    Suatu konsep laba yang ideal pada metode lain selain metode biaya historis.
MacNeal menyatakan suatu konsep laba ideal adalah seabagai berikut: Terdapat suatu definisi yang tepat dari laba dalam artian akuntansi “laba” adalah suatu peningkatan kekayaan bersih.
Alexander yang juga mengemukakan mengenai suatu konsep laba ideal: Kita juga harus mengemukakan apakah laba ekonomi adalah suatu hal yang ideal, di mana laba akuntansi hanya memiliki perbedaan sampai sejauh tingkatan bahwa ideal adalah suatu hal yang secara praktik tidak akan dapat terpenuhi, atau apakah laba ekonomi adalah suatu hal yang pantas bahkan tidak akan dapat diukur dengan pasti.
Teori yang muncul dari paradigma laba sebenarnya/deduktif menyajikan alternatif-alternatif bagi sistem akuntansi biaya historis. Secara umum ada lima teori yang dapat diidentifikasikan.
1.    Akuntansi tingkat harga yang telah di sesuaikan (atau daya beli saat ini)
2.    Akuntansi biaya penggantian.
3.    Akuntansi nilai pembatasan.
4.    Akuntansi kontemporer (nilai bersih yang dapat direalisasikan) secara kontinu.
5.    Akuntansi nilai sekarang.
Masing-masing teori di atas menyajikan metode-metode alternatif dari penilaian aktiva dan penentuan laba yang diduga dapat mengatasi kelemahan-kelemahan dari sistem akuntansi biaya historis.
Bagi mereka yang menerima paradigma laba sebenarnya/deduktif umumnya menerapkan pemikiran analitis untuk membenarkan penyusunan dari suatu teori akuntansi atau untuk mengungkapkan mengenai keunggulan-keunggulan dari model penilaian aktiva/penentuan laba tertentu selain dari akuntansi biaya historis. Para pendukung dari paradigma ini umunya melanjutkan dari tujuan dan postulat-postulat mengenai lingkungan hingga ke metode yang spesifik.

D.  Paradigma kegunaan keputusan/model keputusan
Chambers tidak mengejar pandangan mengenai paradigma kegunaan/model keputusan (decision-model) ini. Ia lebih memilih untuk mendasarkan suatu teori akuntansi berdasarkan atas kegunaan dari” setara kas lancar” daripada para model-model keputusan dar kelompok-kelompok pengguna tertentu. Demikian pula, May menawarkan suatu daftar kegunaan dari akun-akun keuangan tanpa secara eksplisit menerapkan pendekatan model keputusan di dalam formulasi dari suatu teori akuntansi. Menurut May, akun keuangan digunakan sebagai.
1.        Laporan mengenai kepengurusan.
2.        Suatu basis bagi kebijakan fisikal.
3.        Suatu kriteria mengenai legalitas dari dividen.
4.        Suatu pedoman untuk menyadarkan aktivitas dividen.
5.        Suatu basis bagi pemberian kredit.
6.        Informasi bagi calon-calon investor prospektif.
7.        Suatu pedoman mengenai nilai dari investasi yang telah dihasilkan.
8.        Bantuan dari supervisi pemerintah.
9.        Suatu basis untuk regulasi tingkat harga.
10.    Suatu basis untuk perpajakan.
Suatu sistem akuntansi hendaknya dirancang untuk memberikan informasi yang relevan terhadap model-model pengambilan keputusan yang rasional. Sistem akuntansi tidak dapat memberikan semua informasi yang diinginkan oleh semua pengambil keputusan dan oleh karenanya kita harus memutuskan untuk mengeluarkan beberapa jenis informasi dan memasukkan jenis-jenis informasi yang lainnya.
Membatasi model-model pengambilan keputusan ke model-model yang rasional memungkinkan adanya pengecualian sekumpulan data berdasarkan atas tingkah laku dari pengambil keputusan. Ia memungkinkan kita untuk berkonsentrasi pada hal-hal yang telah terbukti efektif dalam mencapai sasaran para pengambil keputusan.
Bagi mereka yang menerapkan model kegunaan keputusan/model keputusan. Subyek permasalahan yang mendasar adalah kegunaan dari informasi akuntansi bagi model keputusan. Informasi yang relevan bagi suatu model keputusan atau kriteria akan ditentukan dan selanjutnya diimplementasikan dengan memilih alternatif akuntansi terbaik. Kegunaan dari suatu model keputusan disamakan dengan relevansi terhadap suatu model keputusan.
Dua jenis teori dapat dimasukkan ke dalam paradigma kegunaan keputusan/model keputusan. Jenis teori pertama berkaitan dengan perbedaan jenis-jenis model keputusan yang dikaitkan dengan pengambilan keputusan bisnis (pemrograman linier, penganggaran modal, sewa versus beli, buat versus beli dan seterusnya). Jenis teori yang kedua berhubungan dengan peristiwa-peristiwa ekonomi yang berbeda yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha(kebangkrutan, pengambilalihan, pengganbungan usaha, peringkat obligasi dan seterusnya).
Mereka yang menerima paradigma kegunaan model/model keputusan cenderung untuk bergantung pada teknik-teknik empiris untuk menentukan kemampuan peramalan dari item-item informasi yang telah dipilih. Pendekatan umumnya adalah menggunakan analisis untuk diskriminan untuk mengklasifikasikan menjadi satu dari beberapa pengelompokan apriori, tergantung pada masing-masing karakteristik keungan individu.

E.  Paradigma kegunaan keputusan/pengambil keputusan/perilaku pasar agregat.
Bagi mereka yang menerapkan paradigma kegunaan keputusan/pengambil keputusan/perilaku pasar agregat, subyek permasalahan yang mendasar adalah respons pasar agregat terhadap variabel-variabel akuntansi. Secara umum kegunaan keputusan dari variabel-variabel akuntansi dapat diperoleh dari perilaku pasar agregat atau yang disajikan oleh Gonedes dan Dopuch bahwa hanya dampak-dampak dari prosedur atau spekulasi akuntansi alternatif yang dapat dinilai dari perilaku pasar agregat. Meonedes dan Dopuch pemilihan sistem informasi akuntansi akan ditentukan oleh perilaku pasar agregat.
Hubungan antara perilaku pasar agregat dan variabel akuntansi didasarkan pada teori mengenai efisiensi pasar modal. Menurut teori ini, pasar untuk surat berhargakan dianggap tidak efisien di mana (1) harga pasar “sepenuhnya mencerminkan informasi” seluruh informasi yang tersedia untuk publik dan sebagai implikasinya (2) harga pasar adalah tidak biasa dan dapat dengan segera merespons informasi baru.
Teori ini memiliki artian bahwa secara rata-rata, pengembalian yang abnormal (kelebihan pengembalian dari ekuiblirium pengambilan yang diharapkan) yang diperoleh karena menerapkan seperangkat informasi yang ada dan bersama-sama dengan skema perdagangan mana pun adalah nol. Perubahan perangkat informasi ini akan secara otomatis menghasilkan ekuiblirium baru. Bahkan teori ini mengonfirmasikan paradigma perilaku pasar yang meliputi.
1.    Model pasar efisien.
2.    Hipotesis pasar efisien.
3.    Model penetapan harga aktiva modal.
4.    Teori penetapan harga arbitrase.
5.    Teori ekuilibrium mengenai penetapan harga opsi.
Mereka yang menerima paradigma pasar bergantung pada metode-metode berikut ini:
1.    Model pasar.
2.    Model estimasi beta.
3.    Metodologi studi peristiwa.
4.    Model penilaian dari Ohlson.
5.    Model evaluasi neraca tingkat harga.
6.    Model muatan informasi dari laba
7.    Model mengenai hubungan antara laba dan pengambilan.

F.   Paradigma kegunaan keputusan/pengambil keputusan/pengguna individu
Hasil karya dari William Bruns dapat dianggap sebagai contoh pertama dari paradigma pengambil keputusan/pengambil keputusan/pengguna individu. Bruns mengusulkan hipotesis yang menghubungkan penggunaan informasi akuntansi dan relevansi dari informasi akuntansi terhadap konsepsi pengambil keputusan tentang akuntansi, dan informasi lain yang tersedia terhadap dampak informasi akuntansi pada berbagai keputusan. Hipotesis-hipotesis ini juga dikembangkan dalam suatu model yang mengidentifikasi dan menghubungkan faktor-faktor yang mungkin menentukan kapan keputusan akan dipengaruhi oleh sistem dan informasi akuntansi. Penelitian akuntansi keperilakuan adalah studi mengenai bagaimana fungsi-fungsi dalam laporan akuntansi mempengaruhi perilaku dari para akuntan dan nonakuntan.
Bagi mereka yang menerapkan paradigma kegunaan keputusan/pengambil keputusan/pengguna individu, subyek permasalahan yang mendasar adalah respons dari pengguna individu terhadap variabel-variabel akuntansi. Para penyokong paradigma ini berpendapat bahwa, secara umum kegunaan keputusan dari variabel akuntansi dapat didapatkan dari perilaku manusia. Dengan kata lain, akuntansi dipandang sebagai suatu proses perilaku. Tujuan penelitian akuntansi keperilakuan adalah untuk memahami, menjelaskan, meramalkan perilaku manusia dalam konteks akuntansi. Paradigma ini menjadi perhatian dari para pengguna internal akuntansi, prosedur dan menyokong informasi, serta masyarakat umum dan perwakilannya.
Kebanyakan penelitian yang berkaitan dengan paradigma kegunaan keputusan/pengambil keputusan/pengguna individu telah dilaksanakan keuntungan dari formasi yang eksplisit dari suatu teori. Umumnya, sebagai alternatif dari mengembangkan teori-teori akuntansi keperilakuan yang tepat adalah meminjam dari disiplin ilmu yang lain. Sebagian besar teori-teori yang dipinjam menjelaskan dan meramalkan perilaku manusia dalam konteks akuntansi dengan cukup memadai. Teori-teori yang dipinjam ini meliputi.
1.        Relativisme kognitif dalam akuntansi
2.        Relativisme kultural dalam akuntansi
3.        Dampak keperilakuan dari informasi akuntansi
4.        Relativisme linguistik dalam akuntansi
5.        Hipotesis fungsional dan fiksasi data
6.        Hipotesis induksi informasi
7.        Hipotesis organisasional dan kelonggaran penganggaran
8.        Pendekatan kontinjensi terhadap perancangan sistem akuntansi
9.        Penganggaran partisipatif dan kinerja
10.    Model-model pemrosesan informasi manusia yang mencakup:
a)    model lensa
b)   model pertimbangan probabilistik
c)    model perilaku prakeputusan
d)   pendekatan gaya kognitif
Mereka yang menerima paradigma ini cenderung untuk menggunakan seluruh metode yang didukung oleh teknik-teknik observasi, wawancara, dan kuesioner, serta percobaan adalah metode yang disukai. Hal ini merupakam titik awal yang baik untuk validasi lebih lanjut.

G. Paradigma informasi/ekonomi
Contoh dari paradigma informasi/ekonomi yang diucapkan oleh Crandall, Feltham, serta Feltham dan Demski. Dalam makalah pendahulunya, Feltham mengusulkan suatu kerangka kerja untuk menentukan nilai dari suatu perubahan dalam keputusan informasi (pengambil keputusan). Kerangka kerja ini bergantung pada masing-masing komponen yang dibutuhkan untuk menghitung pengembalian (atau manfaat) yang diharapkan oleh suatu sistem informasi tertentu. Komponen-komponen tersebut adalah.
1.    Seperangkat tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan pada tiap-tiap periode dalam suatu rentang waktu.
2.    Fungsi pengembalian atas peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode berlangsung.
3.    Hubungan probabilistik antara peristiwa-peristiwa masa lalu dan masa datang.
4.    Peristiwa dan sinyal-sinyal dalam sistem informasi, terrmasuk sinyal-sinyal dari masa lalu dan masa datang.
5.    Seperangkat aturan-aturan keputusan sebagai fungsi dari sinyal-sinyal.

Crandall menilai kegunaan dari paradigma informasi/ekonomi terhadap perkembangan masa datang dari teori akuntansi dan menawarkan pendekatan “ekonomi informasi terapan” sebagai suatu terapan mainstrem teori akuntansi yang baru. Sederhananya, pendekatan ini terdiri atas pengakuan secara eksplisit setiap komponen dari model informasi/ekonomi dan memperluas ruang lingkup dari rancangan akuntansi untuk mencangkup selurih komponen-komponen ini.
Bagi mereka yang mengadaptasi paradigma informasi/ekonomi, subyek permasalahan yang mendasar adalah.
a.    Informasi adalah suatu komoditas ekonomi
b.    Perolehan informasi adalah serupa dengan masalah mengenai pilihan ekonomi.
Nilai dari informasi dilihat dari segi kriteria biaya manfaat dalam struktur formal dari teori keputusan dari teori ekonomi. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:
....masalah yang diperdebatkan sehubungan dengan akuntansi akrual bergantung pada dasar-dasar pemikiran bahwa (1) laba yang dilaporkan menurut akuntansi akrual melebihkan lebih banyak informasi dari pada yang akan diberikan oleh sistem akuntansi berorientasi arus kas yang kurang begitu ambisius, (2) akuntansi akrual adalah cara yang paling efisien untuk menyampaikan tambahan informasi ini, dan juga sebagai akibat yang wajar, (3) nilai dari tambahan sistem informasi seperti itu melebihi biayanya.

H.  Ilmu akuntansi
Situasi dalam penelitian akuntansi telah meningkat secara drastis dalam beberapa tahun. Uraian bukti berikut ini menguraikan situasi yang dibuat pada tanggal 20 Desember 1923 oleh Henry Rand Hatfield dalam American Accounting Association of University Instructors in Accounting:
Saya yakin bahwa para kolega saya memandang akuntansi sebagai penyusup (intruder), seperti Saul di antara para nabi, seorang paria (kasta terendah di India) yang kehadirannya sangat mengurangi kesucian dinding-dinding akademik. Ini kenyataan bahwa kita sendiri yang membicarakan ilmu hitung-hitungan, atau seni akuntansi, bahkan filosofi hitung-hitungan. Namun ini yang berat, akuntansi hanya dipandang sebagi ilmu palsu yang tidak diakui oleh J. McKeen Cartel; yang produknya tidak ditampilkan di salon maupun di akademi nasional; kami menemukan bahwa akuntansi tidak dibicarakan oleh orang yang realis, idealis, maupun fenomenalis. Para humanis melihat kita dengan rendah seperti seseorang yang perlu diceburkan dalam kubangan dollar dan sent yang kotor, bahkan seperti mainan yang tak henti-hentinya berusaha mencari nyawa; para ilmuwan dan teknokrat melihat kita dengan rendah, sebagai orang yang mampunya hanya mencatat daripada membuat.

Tidak ada gunanya mengatakan bahwa situasi telah berubah untuk mendukung agenda penelitian yang dinamis, seperti adanya bukti transformasi akuntansi ke dalam ilmu yang benar-benar secara penuh diakui sebagai "ilmu normal" dengan paradigma-paradigma bersaing yang berusaha menegakkan dominasi. Penelitian akuntansi didasarkan pada sekumpulan asumsi umum tentang ilmu dan masyarakat sosial, dan telah menghasilkan perdebatan yang sehat tentang bagaimana memperkaya dan mengembangkan pemahaman kita tentang praktik akuntansi. Aliran utama penelitian akuntansi memandang secara sejajar antara ilmu fisik, sosial, dan akuntansi, justifikasi dalam proses penghitungan hypothetic-deductive dari penjelasan secara ilmiah dan perlunya konfirmasi terhadap hipotesis tersebut.
Pertanyaan pertama adalah apakah akuntansi sebagai suatu ilmu tidak pernah mampu menjawab secara memadai. Definisi ilmu oleh Buzzell adalah:
seperangkat pengetahuan yang tersusun secara sistematis ... mengatur satu atau lebih teori pokok dan sejumlah prinsip umum ... yang biasanya ditunjukkan secara kuantitatif ... pengetahuan yang memungkinkan prediksi, dan dalam kondisi-kondisi tertentu dapat mengontrol keadaan di masa depan.

Akuntansi memenuhi kriteria di atas. Akuntansi secara jelas membedakan pokok-pokok masalah dan memasukkan keseragaman serta keteraturan yang mendasari hubungan empirik, penyamarataan secara otoritatif, konsep-konsep, prinsip, aturan-aturan maupun teori-teori. Akuntansi secara jelas dapat dikategorikan sebagai suatu ilmu. Apabila seseorang menganut argumen keseragaman ilmu, metode keilmuan yang tunggal sama-sama dapat diaplikasikan dalam akuntansi atau ilmu-ilmu lainnya.
Seperti pengamatan Carl Hempel:
Tesis tentang kesatuan metodologi ilmu menyatakan bahwa yang utama, tanpa berusaha menahan adanya banyak perbedaan teknik investigasi, seluruh cabang pengujian ilmu secara empirik dan dukungan pernyataan yang pada dasarnya memiliki arti sama, yang diperoleh dari sejumlah akibat, dapat diuji antar subjek dengan menampilkan akibat-akibatnya melalui serangkaian eksperimen atau pengujian yang memadai. Kesatuan metode yang diyakini ini sesungguhnya juga merupakan disiplin ilmu psikologi, sosial, maupun sejarah. Untuk menanggapi tuntutan bahwa para sarjana di bidang ini kadang-kadang mengandalkan empati dalam menentukan penilaiannya, yang sebenarnya bertentangan dengan ilmu sosial, para penulis logika empiris menekankan bahwa identifikasi imajinatif pada diri seseorang kadang-kadang membuktikan perlunya bantuan pengalaman masa lalu yang bermanfaat (heuristic) bagi para pemeriksa yang sedang menilai hipotesis tentang keyakinan, harapan, ketakutan dan tujuan seseorang. Namun benar tidaknya hipotesis yang mereka peroleh, seharusnya ditentukan berdasarkan bukti-bukti yang objektif; pengalaman empati di masa lalu dalam kasus ini secara logika tidak relevan.

Dengan demikian, seharusnya terdapat penerimaan secara umum oleh seluruh ilmu tentang metodologi untuk pembenaran suatu pengetahuan. Metodologi ini tergantung pada penentuan apakah secara prinsip nilai yang benar dapat ditentukan dalam suatu hipotesis-yang dengan demikian apakah berulangkali dapat disangkal, dikonfirmasikan, dipalsukan, atau diverifikasi.
Confirmation merupakan perluasan apakah sebuah hipotesis secara empirik memiliki kemampuan untuk dibuktikan kebenarannya. Falsification adalah sejauh mana sebuah hipotesis secara empirik memiliki kemampuan untuk dibuktikan kesalahannya, yang dengan demikian gagal untuk menyajikan keadaan sesungguhnya secara akurat. Konfirmasi sebuah hipotesis tidak selalu berakibat bahwa hipotesis tersebut juga mampu untuk dibuktikan kesalahannya, demikian pula sebaliknya.
Kenyataannya, hipotesis yang secara alami berdasarkan teori dapat secara sunguh-sungguh dikonfimasikan, disangkal, atau dikonfirmasikan dan disangkal. Hipotesis yang sungguh-sungguh dapat dikonfirmasi (purely confirmable hypotheses) diperoleh dari adanya pernyataan yang menawarkan sejumlah fenomena. Contohnya: hipotesis yang menyatakan "Ada akuntan publik dalam kantor akuntan yang memandang bahwa akuntansi inflasi itu tidak bermanfaat" merupakan hipotesis yang sunguh-sungguh dapat dikonfirmasi.
Hipotesis yang sungguh-sungguh dapat disangkal (purely refutable hypotheses) diperoleh dari peraturan-peraturan umum, yang berarti merupakan pernyataan yang diperoleh dari kondisi secara umum. Sebagai contoh adalah hipotesis "seluruh akuntan adalah akuntan bersertifikat publik". Apabila hipotesis tersebut dinyatakan sebagai "ada akuntan yang bersertifikat akuntan publik", maka hipotesis merupakan pernyataan yang eksistensial, yang benar-benar dapat dikonfirmasikan. Dengan demikian tampak bahwa peraturan umum pada dasarnya merupakan pernyataan eksistensial yang negatif dan dengan demikian benar-benar dapat disangkal atau memiliki kemampuan untuk dapat dibuktikan tidak benar.
Baik hipotesis yang dapat dikonfirmasi maupun disangkal diperoleh dari pernyataan-pernyataan yang sifatnya tunggal, sehingga pernyataan yang hanya mengacu pada fenomena tertentu menjadi terikat oleh waktu dan tempat. Sebagai contoh adalah hipotesis "Setiap individu toleran terhadap sikap ambiguitas" merupakan hipotesis yang dapat disangkal maupun dikonfirmasi. Walaupun demikian ada juga hipotesis yang benar-benar dengan tegas tidak dapat disangkal maupun dikonfirmasi. Biasanya hipotesis tersebut merupakan hipotesis yang muncul dari statistik atau kecenderungan peraturan yang merupakan pernyataan untuk menentukan hilangnya hubungan statistik tertentu antara suatu fenomena dengan sejumlah besar variabel.
Sebagian besar hipotesis akuntansi gugur dalam kategori ini, yang menyebabkan hipotesis-hipotesis tersebut benar-benar dengan tegas tidak dapat disangkal maupun dikonfirmasi. Model pasar modal, model prediksi akuntansi dari kejadian ekonomi, teori akuntansi positif, model pemrosesan informasi sumber daya manusia, dan sebagian besar penelitian empirik dalam bidang akuntansi cocok dengan uraian tersebut. Apabila data yang ada kontradiktif dengan hipotesis yang diperoleh dari teori atau model-model tersebut, para pengguna hipotesis tersebut selalu mengajukan alasan pembenaran seperti data yang terkontaminasi atau ukuran sampel yang kecil atau bias. Penelitian yang retorik memegang peranan penting dalam menantang apa pun yang dihasilkan oleh data. Apakah ini menjadi penyebab adanya peringatan, seperti adanya hukum statistik yang terikat dalam penelitian akuntansi? Bunge menyatakan bahwa hal ini dapat saja merupakan kesalahan.
Sejumlah die-hard classical determinists menyatakan bahwa pernyataan stokastik tidak berhak untuk mendapat sebutan hukum yang patut dihormati, karena peran mereka yang terbaik hanyalah sebagai perangkat yang sifatnya kontemporer. Pandangan yang bertentangan dengan perkembangan jaman ini tidak bertahan lama dalam bidang fisik, kimia, dan cabang ilmu biologi tertentu (khususnya genetika), terutama sejak ilmu-ilmu tersebut menemukan bahwa hampir semua hukum dalam bidang-bidang tersebut merupakan hukum stokastik yang mungkin berasal dari aturan dengan fokus pada sistem tunggal dalam hubungannya dengan hipotesis statistik yang disyaratkan, seperti kompensasi dari deviasi acak.
Namun demikian, anggapan yang menolak hukum stokastik tetap menyebabkan sejumlah kesalahan secara psikologi dan sosiologi, karena anggapan ini memberikan kemungkinan untuk menghalangi pendekatan stokastik tanpa kompensasi terhadap kerugian yang disebabkan oleh penelitian ilmiah seseorang. Penyangkalan atau pengkonfirmasian dilakukan melalui kesaksian berulang dan bukti-bukti baru.

I.     Dekonstruksi
Berbagai tulisan akuntansi tentang paradigma atau teori akuntansi tertentu menyatakan bahwa paradigma dan teori tersebut seharusnya memiliki hak-hak istimewa dibandingkan bentuk-bentuk pengetahuan atau tulisan akuntansi lainnya. Tulisan tersebut digunakan untuk menjamin kewenangan (hegemony) suatu paradigma dan kepentingan tertentu, sebagai penghambat produksi pengetahuan lainnya. Sebuah ungkapan filosofis dengan nama dekonstruksi (deconstruction) diperkenalkan oleh Derrida101 dimaksudkan untuk menumbangkan upaya-upaya tersebut.
Karena produksi pengetahuan berdasarkan pengalaman didasarkan pada bahasa, dekonstruksi menggunakan sistem yang dimiliki pengarang itu sendiri untuk mengungkap bagaimana tulisan dapat menghancurkan sistem tersebut. Seperti yang dinyatakan Norris:
Derrida menolak untuk mengakui secara filosofis status bentuk hak-hak istimewa yang selalu dijadikan sebagai alasan orang untuk memerintah. Derrida menentang anggapan ini untuk membangkitkan dasar yang menjadi pilihannya sendiri. Dia berpendapat bahwa para filsuf telah dan masih mampu memaksakan berbagai sistem pemikiran mereka hanya dengan pengabaian atau penekanan, pengaruh bahasa yang mengganggu. Tujuan dia adalah selalu menghilangkan pengaruh-pengaruh tersebut melalui bacaan-bacaan kritis yang mengikat dan memperkaya dengan cepat, elemen-elemen kiasan dan bentuk-bentuk perlambang lainnya dalam karya di tulisan-tulisan filosofis.
Apa yang secara tidak langsung diakibatkan oleh dekonstruksi, merupakan suatu penafsiran tulisan untuk mengilustrasikan pembentukan arti di dalam tulisan tersebut dan menumbangkan wewenang kekuasaan tulisan untuk mengindikasikan kebenaran yang berasal dari luar tulisan. Seperti yang dinyatakan oleh Arrington dan Francis: Bacaan yang tidak membangun mengungkap bagaimana arti yang tidak dapat dikendalikan dan tidak stabil itu, serta memperlihatkan selubung bahasa dan perintah hukum yang dimasukkan dalam tulisan tersebut.
Kenyataannya, Arrington dan Francis merupakan orang-orang yang pertama kali menggunakan dekonstruksi untuk menunjukkan bagaimana teori positif dan tradisi empiris tidak diberi nama sebagai bentuk hak-hak istimewa dan wewenang epistemic yang dimiliki oleh sejumlah peneliti akuntansi yang baik. Pilihan mereka atas contoh-contoh teori positif untuk dekonstruksi adalah metodologi dan teori organisasi oleh Jensen.104 Dekonstruksi dalam penelitian akuntansi mengundang banyak upaya untuk mengungkap asumsi tersembunyi dalam tulisan akuntansi. Diasumsikan bahwa seluruh wacana ilmiah bidang akuntansi, termasuk uraian historis, pada dasarnya retoris.Para penganut dekonstruksi akuntansi akan mengkritik tulisan akuntansi melalui berbagai teknik termasuk demythologizing, decanonizing, dephallicizing, atau de-faming.

J.    Akuntan akademik: suatu kelas universal yang cacat
Suatu elemen didalam susunan konfliktual baru adalah suatu kelas baru akuntan akademik. Proleratiat sebagai suatu kelas universal, dapat paling baik dijelaskan oleh teori Marx dan Engels mengenai “kelas universal dari proletariat,” menyangkal kritik dan keraguan-keraguan bahwa proletariat dapat mengembangkan kesadaran yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya sebgai suatu kelas universal. Gouldner bergabung dengan kelompok yang mengkritik dengan pendapat bahwa kelas terendah tidak akan pernah dapt memiliki kekuasaan dan bahwa diseluruh dunia selama abad ke 20, satu kelas intelektual baru telah mulai muncul, yang tampak seperti kelas universal yang didefinisikan oleh Hegel tetapi tidak merupakan suatu kelas universal. Kelas baru tersebut oleh karenanya menjadi kelas universal yang cacat.
Ia mengemukakan dua usulan utama; pertama, munculnya “kelas baru” yang terdiri atas intelektual humanistic dan kecerdasan teknis, dimana universalismenya adalah sangat cacat dan kedua bertumbuhnya dominasi dari kelas tersebut seperti seorang borjuis cultural dan memiliki monopoli atas modal cultural dan profesionalisme dari mana ia memperoleh kekuatannya. Kelas yang baru ini meliputi kecerdasan teknis dan manusia. Kelas ini membentuk satu komunitas penceramah yang berbagi budaya berdiskusi kritis (Culture of critical discourse-CCD). Budaya berdiskusi kritis ini adalah konsep yang didapatkan dari sederetan program linguistik yang berbeda-beda dan diidentifikasikan dalam sosiolinguistik. Definisinya pun serupa.
Budaya berdiskusi kritis adalah seperangkat aturan yang telah mengalami evolusi sepanjang sejarahnya, suatu tata bahasa dalam berdiskusi yang (1) diharapkan akan membenarkan pernyataan-pernyataannya, (2) dimana cara-cara pembenarannya tidak diawali dengan melibatkan pihak yang berwajib dan (3) cenderung untuk mendapatkan persetujuan secara sukarela dari mereka yang dibahas dengan sepenuhnya atas dasar argumentasi yang dibahas. Hal ini merupakan suatu budaya berdiskusi secara kritis dimana tidak ada satu pun hal yang oleh para pembicara, berdasarkan prinsip, ditolak untuk dibahas secara permanen atau membuat masalah; tentu, mereka bahkan bersedia untuk berbicara mengenai nilai dari pembicaraan itu sendiri dan kemungkinan kerugiannya untuk berdiam diri atau mempraktikkannya.
Tata bahasa ini adalah struktur dalam dari ideology umum diakui bersama oleh kelas yang baru tersebut. Ideology yang dibagi bersama tentang intelektual dan kecerdasan karenanya adalah sebuah ideology tentang pendiskusian. Terpisah dari bahasa-bahas teknis yang mendasar atau sosiolek yang diucapkan oleh profesi spesialis, intelektual dan kecerdasan umumnya memiliki komitimen kepada suatu kebudayaan berceramah kritis. CCD adalah infrastuktur yang laten namun dapat dimobilisir dari bahasa teknis modern. CCD adalah infrastruktur yang laten namun dapat dimobilisir dari intelektual-inelektual modern sekaligus budaya linguistik mereka.
Kelas baru ini memiliki cacat karena ia dianggap bersifat elit dan mencari kepentingan dan kekuasaannya sendiri. Ia tidak mencerminkan kepentingan yang universal. Kelas baru ini dominan karena akses monopolisitiknya terhadap modal cultural. Meminjam teori Pierre Bourdieu mengenai reproduksi cultural, Gouldner mengusulkan bahwa kelas baru ini menggunakan reproduksi cultural untuk mempertahankan kepentingan dan kekuasaannya seperti suatu reproduksi ekonomi yang digunakan untuk melayani kepentingan dari para pemegang modal ekonomi. Oleh sebab itu, para anggota dari kelas baru ini akan mengembangkan proses “akumulasi modal cultural” untuk lebih memajukan kepentingan tertentu mereka dan kepentingan dari mereka yang berbagi budaya berdiskusi kritis.
Kelas yang baru ini bergantung pada pencapaian-pencapaian dalam megkapitalisasi modal dan mengawasi pasokan tenaga kerja terampil secara khusus. Budaya dipancarkan melalui pendidikan dan sosialisasi. Umumnya, telah diketahui bersama bahwa mereka yang mendapatkan pendidikan yang lebih formal memiliki penghasilan seumur hidup lebih tinggi dari mereka yang kurang mampu untuk mendapatkannya. Laba yang meningkat ini mencerminkan nilai modal dari peningkatan pendidikan.
Hal ini memberikan mereka suatu posisi yang istmewa dipasar tenaga kerja dan kemungkinan untuk meraih suatu posisi kelas yang dominan. Tren ini telah dimulai dengan kelas baru yang mengembangkan suatu tingkat status kesadaran yang tinggi untuk melindungi keistimewaan mereka (misalnya, kebebasan akademik untuk melakukan penerbitan, untuk meninjau, untuk merekrut, dan lain-lain).
Apakah ketersediaan penelitian akuntansi oleh para akuntan akademik dianggap sebagai respons atas tuntutan akan pengetahuan yang bebas nilai atau untuk menuntut pasar akan alasan-alasan, akuntan akademik juga dimotivasi pula oleh kepentingan pribadi dan kebutuhan yang semakin mendesak untuk mengeluarkan penerbitan. Mereka telah memperoleh suatu kekuasaan yang dikaitkan dengan monopoli mereka atas modal akuntansi cultural. Temuan-temuan penelitian telah memberikan mereka kekuatan konsultasi dan pembuatan kebijakan untuk memajukan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan universal.
Bagi suatu budaya berdiskusi kritis, mereka telah mengembangkan repertoire linguistic mereka, yang membedakan mereka dari komunitas diskusi akuntansi yang lain. Sebagai suatu kelas baru, para akuntan akademik juga bergantung pada prestasi sebagai criteria untuk keanggotaan, termasuk gelar Ph,D, dan terbitan di jurnal-jurnal yang tepat.
Menurut Gouldner, profesionalisme adalah salah satu ideology umum dari kelas baru, profesionalisme adalah klaim kelas baru yagn tak perlu diutarakan tentang keunggulan teknis dan moral mereka diatas kelas yang lama. Profesionalisme menghilangkan wewenang secara diam-diam dari kelas yang lama. Melalui peran profesionalisme yang baru, akuntan akademik mengklaim wilayah penelitian cultural mereka sendiri, dan dalam prosesnya menerima kompensasi yang lebih tinggi dari system pasar karena menerima peran professional tersebut.
Para intelektual yang bersedia untuk berperilaku sebagai professional diperkenankan untuk membentuk suatu strata yang relative berdiri sendiri dengan perhatian khusus. Mereka dapat menggunakan mekanisme lisensi dan asosiasi-asosiasi profesional untuk membuat monopoli-monopoli didalam pasar mereka. Fragmentasi dari American Accounting Association dengan bagian cultural terpisah menjadi bukti fenomena ini.
Fragmantasi yang sama mengarahkan para peneliti akuntansi lebih ke arah kebijakan (tindakan) politik dengan segera daripada ke arah formulasi teoretis dari masalah-masalah dengan tingkat signifikan umum. Hubungan dekat dengan pembuat kebijakan yang baru ini, apakah itu FASB, SEC, AAA, atau institusi yang lainnya, menjadikannya sebagai seorang intelektual birokratis yang menjalankan fungsi-fungsi penasihat dan teknis di dalam suatu birokrasi daripada intelektual yang memilih untuk tetap tidak terkait dengan birokrasi.
Intelektual birokratis menyempit menjadi seorang ideology karena ia mengalihkan atau meningglakan pencarian suatu pemahaman yang universal dan komprhensif dari kenyataan social, cultural dan fisik, serta lebih memilih arbitrase yang penting dengan segera dari kebijakan-kebijakan atau rangkaian tindakan yang bertentangan. Peran tersebut merupakan suatu hal yang disayangkan jika kita menganut asumsi yang berlaku bahwa kekhususan dari aktivitas intelektual yang menghubungkan atau membatasi penyelidikan akademik pada kepentingan-kepentingan atau kebutuhan social yang spesifik, akan berujung pada kejatuhan dari suci dan baik kea lam ideology yang tidak terhormat.
Sebagai tambahan dengan peran pengajar yang terlibat di dalam proses penciptaan ilmu pengetahuan formal dan bukannya hanya sekedar transmisi, para intelektual bergerak kea rah peranan rasionalisasi. Seperti yang disarankan oleh Shils, disemua masyarakat modern (baik liberal maupun totaliter) tren dari abad ini adalah meningkatkan tekanan kea rah homogenitas internal dikarenakan oleh adanya penggabungan para intelektual dalam organisasi masyarakat. Para intelektual berfungsi untuk menguraikan hukum yang mendasari dari organisasi nasional dan social relevan terhadap perkembangan dan penerapan rutin dari pengetahuan ilmiah kepada produksi ekonomi dan organisasi sosialnya.
Permintaan ini sebagian besar datang dari negara untuk membantu dan melakukan reorientasipopulasi massa dan dalam mengembangkan kebijakan untuk memperbaiki dan mencegah berbagi gangguan. Sebagai hasilnya, para intelektual umumnya bekerja dibawah perlindungan dari kelas yang berkuasa atau dari institusi yang dikendalikan oleh mereka. Para intelektual akuntansi cocok dengan skenario-skenario yang digambarkan karena mereka berusaha untuk memberikan alasan-alasan yang tepat dan menciptakan sebuah kelas universal yang baru namun memiliki kecacatan.

K. Kesimpulan
Akuntansi mungkin dapat didekati dari sudut pandang filsafat ilmu. Hasil penelitian akuntansi tidak perlu dipandang sebagai suatu nilai yang meragukan atau secara teoretik belum sempurna. Lebih lanjut, penelitian akuntansi menemukan indikasi bahwa kejadian-kejadian akuntansi mengikuti pola keberhasilan revolusi yang diteorikan oleh Kuhn. Pada bab'ini kita telah menggunakan definisi "paradigma' yang relevan dengan akuntansi. Komponen penting dalam sejumlah paradigma adalah eksemplar, gambaran pokok masalah, teori-teori, dan metode-metode. Definisi kami membantu kita untuk mengidentifikasi dan menggambarkan paradigma-paradigma yang bersaing dalam bidang akuntansi seperti:
1. Paradigma anthropological/inductive.
2. Paradigma true-income/deductiue.
3. Paradigma decision-usefulness/decision-model
4. Paradigma decision-usefulness/decision-maker/agregat-market-behauior.
5. Paradigma decision-usefulness/decision-maker/individual-user.
6. Paradigma information/economic.

Masing-masing paradigma tersebut merupakan objek investigasi dan penelitian yang ditetapkan oleh komunitas ilmiah, sebuah paradigma membentuk suatu pemikiran logis yang saling berkaitan (coherent), mempersatukan berbagai sudut pandang—suatu bentuk Weltanschauung—yang menentukan cara bagaimana para pengikutnya memandang penelitian, praktik, dan bahkan pendidikan akuntansi. Dalam hubungannya dengan kontinuitas dan pengembangan dalam disiplin akuntansi, paradigma-paradigma ini seharusnya tidak dipertimbangkan sebagai sesuatu yang absolut dan kebenaran pengetahuan yang bersifat final. Di samping itu, paradigma-paradigma tersebut seharusnya menjadi subjek verifikasi dan pengujian yang konsisten sebagai upaya untuk mencari kemungkinan anomali.
Sebagian besar ilmuwan dan filsuf mempertahankan pandangan mereka bahwa ilmu pengetahuan tidak akan pernah dapat dibuktikan. Popper berpendapat bahwa walaupun suatu teori pada akhirnya tidak dapat dibuktikan "kebenarannya", namun pada akhirnya dapat dibuktikan "kesalahannya".105 Dikenal secara umum sebagai dugaan terhadap kesalahan, atau teori penolakan, teori Popper berpendapat bahwa agar dapat diakui secara ilmiah, sebuah teori bersifat memiliki kesalahan. Bentuk-bentuk pembuktian kesalahan yang diperoleh dari pandangan Kuhn diistilahkan sebagai sophistication falsification, yang oleh Lakatos diringkas sebagai "tidak ada eksperimen, laporan eksperimental, laporan pengamatan, atau yang secara teoretik menguatkan, hipotesis kesalahan tingkat rendah, yang secara individu dapat membuktikan adanya kesalahan.
Tidak ada pembuktian kesalahan sebelum munculnya teori yang lebih baik."106 Suatu teori yang lebih baik merupakan teori yang "menawarkan ide-ide lain, informasi yang lebih banyak, perbandingan dengan teori-teori terdahulu", dan "informasi yang lebih banyak tersebut bersifat menguatkan".107 Perbedaan antara naive falsification-nya Popper dengan sophisticated falsification adalah bahwa sophisticated falsification mewajibkan keberadaan teori yang lebih baik. Lakatos menguraikan bahwa para pengikut sophisticated falsification:
... membuat unfalsifiable melalui perintah berdasarkan aturan dari sejumlah pernyataan bersifat tunggal, yang dapat dibedakan dengan kenyataan bahwa pada saat yang bersamaan ada suatu "teknik yang relevan", seperti bahwa "setiap orang yang mempelajarinya" akan mampu memutuskan bahwa pernyataan tersebut dapat diterima.
... Keputusan ini kemudian diikuti dengan bentuk keputusan kedua yang menekankan pemisahan pernyataan dasar penerimaan dari dasar lainnya. ... Secara metodologis, para jalsificationist mengakui bahwa dalam "teknik-teknik eksperimental" yang digunakan para ilmuwan, dilibatkan pula teori-teori yang salah, dalam upayanya untuk menginterpretasikan kenyataan. Di samping itu, menurut penerapan metodologi falsification dalam teori-teori tersebut, para peneliti mengharapkan keberadaan metodologi tersebut berwujud bukan sebagai teori yang perlu pengujian namun sebagai pengetahuan yang tidak dilatarbelakangi masalah (unproblematic background knowledge), yang kita terima (sementara) sebagai tidak adanya masalah saat kita lakukan pengujian terhadap teori tersebut.
... Selanjutnya, sekarang teori-teori problematis dapat dikategorikan sebagai "ilmu pengetahuan": walaupun teori-teori tersebut tidak memiliki kemampuan untuk dibuktikan kesalahannya, namun dapat dibuat salah dengan menambahkan bentuk keputusan ketiga, yang dapat dibuat oleh para ilmuwan dengan menspesifikasikan aturan penolakan khusus yang mungkin secara statistik merupakan bukti interprestasi "yang tidak konsisten" dengan teori probabilistic108

Hal ini mungkin merupakan sikap yang diperlukan dalam menghadapi paradigma-paradigma yang bersaing dalam akuntansi.



DAFTAR RUJUKAN

Riahi, Ahmed & Belkaoui. 2011. Teori Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.