TUGAS TEORI AKUNTANSI
BAB 10
AKUNTANSI: SEBUAH ILMU DENGAN
BERAGAM PARADIGMA
AKUNTANSI:
SEBUAH ILMU DENGAN BERAGAM PARADIGMA
Resume untuk memenuhi tugas matakuliah
Teori Akuntansi
yang dibina oleh H. Eka Ananta Sidharta,
S.E., M.M.Ak.
oleh
ASHFA EL FAJRIYYA H.A 120422403180
SUTRIA KUMALASARI 120422403192
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
November 2014
AKUNTANSI:
SEBUAH ILMU DENGAN BERAGAM PARADIGMA
A. Konsep Paradigma
1.
Perubahan-perubahan revolusioner,
teori-teori, dan paradigma ekuilibrium tersela
Selama periode ekuilibrium, sistem akan menjaga dan
melaksanakan pilihan dari struktur dalam mereka. Sistem akan membuat
penyesuaian-penyesuaian yang melindungi struktur dalam dari gangguan internal
dan eksternal, dan bergerak secara perlahan mengikuti jalur yang telah
ditentukan dalam struktur dalam.
2.
Teori umum Kuhn tentang
Revolusi ilmiah
Struktur adalah suatu jaringan kerangka kerja,
“pilihan-pilihan” yang terindependen dari suatu konfigurasi dasar yang menyusun
unit-unit suatu sistem, dan aktivitas-aktivitas yang mempertahankan baik
konfigurasi maupun pertukaran sumber daya yang dimiliki oleh sistem dengan
lingkungannya. Struktur dalam pada sistem-sistem yang diciptakan manusia
sebagian besar bersifat implisit.
3.
Pandangan dari Ritzer
mengenai banyaknya paradigma yang diterapkan pada akuntansi
Macam-macam Paradigma
Usulan-usulan di bawah ini di buat oleh terbitan dari
American Accounting Asociation pada tahun 1997, yang berjudul Statement of
Theory Appectance, paradigma-paradigma berikut ini diusulkan oleh terbitan
tersebut:
a) Paradigma antropologis
b) Paradigma laba sebenarnya
(true-income)/model keputusan.
c) Paradigma keputusan(decision
usefulness)/model keputusan.
d) Paradigma kegunaan
keputusan/pengambil keputusan(decision maker)/perilaku pasar agregat (agregate
market bahavior)
e) Paradigma kegunaan
keputusan/pengambil keputusan/pengguna induvidu.
f) Paradigma informasi/ekonomi
B. Paradigma
Antropologis/Induktif
Bagi mereka yang menerapkan paradigma
antropologis/induktif, subyek permasalahan yang mendasar adalah:
1. Praktik-praktik akuntansi
yang sudah ada.
2. Sikap manajemen terhadap
praktik-praktik tersebut.
Para
pendukung dari pandangan ini menyatakan secara umum bahwa teknik-tekniknya
dapat diperoleh berdasarkan atas penggunaan mereka yang telah teruji atau bahwa
manajemen memainkan suatu peranan utama dalam menentukan teknik-teknik yang
akan diimplentasikan.
Konsekuensinya,
tujuan penelitian tujuan akuntansi yang dikaitkan dengan paradigma
antropologis/induktif adalah untuk memahami, menjelaskan dan meramalkan
praktik-praktik akuntansi yang sudah ada.
Empat
teori dapat di pertimbangkan sebagai bagian paradigma antropologis/induktif:
1. Ekonomi informasi
2. Model analitis/keagenan
3. Perataan laba/hipotesis
manajemen penghasilan
4. Teori positif dari akuntansi
Mereka
yang menerapkan paradigma antropologis/induktif cenderung akan menerapkan salah
satu dari tiga teknik di bawah ini:
1. Teknik-teknik yang digunakan
dalam penelitian perataan laba
2. Teknik-teknik yang digunakan
dalam penelitian manajemen penghasilan
3. Teknik-teknik yang digunakan
dalam penelitian teori positif
C. Paradigma laba
sebenarnya/deduktif
Bagi
mereka yag menerapkan paradigma laba sebenarnya/deduktif, subyek permasalahan
yang mendasar adalah:
1. Penyusunan suatu teori
akuntansi berdasarkan pada pemikiran yang logis dan normatif dan ketegasan
konseptual.
2. Suatu konsep laba yang ideal
pada metode lain selain metode biaya historis.
MacNeal menyatakan suatu konsep laba ideal adalah
seabagai berikut: Terdapat suatu definisi yang tepat dari laba dalam artian
akuntansi “laba” adalah suatu peningkatan kekayaan bersih.
Alexander yang juga mengemukakan mengenai suatu konsep
laba ideal: Kita juga harus mengemukakan apakah laba ekonomi adalah suatu hal
yang ideal, di mana laba akuntansi hanya memiliki perbedaan sampai sejauh
tingkatan bahwa ideal adalah suatu hal yang secara praktik tidak akan dapat
terpenuhi, atau apakah laba ekonomi adalah suatu hal yang pantas bahkan tidak
akan dapat diukur dengan pasti.
Teori yang muncul dari paradigma laba sebenarnya/deduktif
menyajikan alternatif-alternatif bagi sistem akuntansi biaya historis. Secara
umum ada lima teori yang dapat diidentifikasikan.
1. Akuntansi tingkat harga yang
telah di sesuaikan (atau daya beli saat ini)
2. Akuntansi biaya penggantian.
3. Akuntansi nilai pembatasan.
4. Akuntansi kontemporer (nilai
bersih yang dapat direalisasikan) secara kontinu.
5. Akuntansi nilai sekarang.
Masing-masing
teori di atas menyajikan metode-metode alternatif dari penilaian aktiva dan
penentuan laba yang diduga dapat mengatasi kelemahan-kelemahan dari sistem
akuntansi biaya historis.
Bagi
mereka yang menerima paradigma laba sebenarnya/deduktif umumnya menerapkan
pemikiran analitis untuk membenarkan penyusunan dari suatu teori akuntansi atau
untuk mengungkapkan mengenai keunggulan-keunggulan dari model penilaian
aktiva/penentuan laba tertentu selain dari akuntansi biaya historis. Para
pendukung dari paradigma ini umunya melanjutkan dari tujuan dan
postulat-postulat mengenai lingkungan hingga ke metode yang spesifik.
D. Paradigma kegunaan
keputusan/model keputusan
Chambers
tidak mengejar pandangan mengenai paradigma kegunaan/model keputusan (decision-model) ini. Ia lebih memilih
untuk mendasarkan suatu teori akuntansi berdasarkan atas kegunaan dari” setara
kas lancar” daripada para model-model keputusan dar kelompok-kelompok pengguna
tertentu. Demikian pula, May menawarkan suatu daftar kegunaan dari akun-akun
keuangan tanpa secara eksplisit menerapkan pendekatan model keputusan di dalam
formulasi dari suatu teori akuntansi. Menurut May, akun keuangan digunakan
sebagai.
1.
Laporan mengenai kepengurusan.
2.
Suatu basis bagi kebijakan fisikal.
3.
Suatu kriteria mengenai legalitas dari dividen.
4.
Suatu pedoman untuk menyadarkan aktivitas dividen.
5.
Suatu basis bagi pemberian kredit.
6.
Informasi bagi calon-calon investor prospektif.
7.
Suatu pedoman mengenai nilai dari investasi yang telah
dihasilkan.
8.
Bantuan dari supervisi pemerintah.
9.
Suatu basis untuk regulasi tingkat harga.
10. Suatu basis untuk
perpajakan.
Suatu
sistem akuntansi hendaknya dirancang untuk memberikan informasi yang relevan
terhadap model-model pengambilan keputusan yang rasional. Sistem akuntansi
tidak dapat memberikan semua informasi yang diinginkan oleh semua pengambil
keputusan dan oleh karenanya kita harus memutuskan untuk mengeluarkan beberapa
jenis informasi dan memasukkan jenis-jenis informasi yang lainnya.
Membatasi
model-model pengambilan keputusan ke model-model yang rasional memungkinkan
adanya pengecualian sekumpulan data berdasarkan atas tingkah laku dari
pengambil keputusan. Ia memungkinkan kita untuk berkonsentrasi pada hal-hal
yang telah terbukti efektif dalam mencapai sasaran para pengambil keputusan.
Bagi
mereka yang menerapkan model kegunaan keputusan/model keputusan. Subyek
permasalahan yang mendasar adalah kegunaan dari informasi akuntansi bagi model
keputusan. Informasi yang relevan bagi suatu model keputusan atau kriteria akan
ditentukan dan selanjutnya diimplementasikan dengan memilih alternatif
akuntansi terbaik. Kegunaan dari suatu model keputusan disamakan dengan relevansi
terhadap suatu model keputusan.
Dua
jenis teori dapat dimasukkan ke dalam paradigma kegunaan keputusan/model
keputusan. Jenis teori pertama berkaitan dengan perbedaan jenis-jenis model
keputusan yang dikaitkan dengan pengambilan keputusan bisnis (pemrograman
linier, penganggaran modal, sewa versus beli, buat versus beli dan seterusnya).
Jenis teori yang kedua berhubungan dengan peristiwa-peristiwa ekonomi yang
berbeda yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha(kebangkrutan,
pengambilalihan, pengganbungan usaha, peringkat obligasi dan seterusnya).
Mereka
yang menerima paradigma kegunaan model/model keputusan cenderung untuk
bergantung pada teknik-teknik empiris untuk menentukan kemampuan peramalan dari
item-item informasi yang telah dipilih. Pendekatan umumnya adalah menggunakan
analisis untuk diskriminan untuk mengklasifikasikan menjadi satu dari beberapa
pengelompokan apriori, tergantung pada masing-masing karakteristik
keungan individu.
E. Paradigma kegunaan
keputusan/pengambil keputusan/perilaku pasar agregat.
Bagi
mereka yang menerapkan paradigma kegunaan keputusan/pengambil
keputusan/perilaku pasar agregat, subyek permasalahan yang mendasar adalah
respons pasar agregat terhadap variabel-variabel akuntansi. Secara umum
kegunaan keputusan dari variabel-variabel akuntansi dapat diperoleh dari
perilaku pasar agregat atau yang disajikan oleh Gonedes dan Dopuch bahwa hanya
dampak-dampak dari prosedur atau spekulasi akuntansi alternatif yang dapat
dinilai dari perilaku pasar agregat. Meonedes dan Dopuch pemilihan sistem
informasi akuntansi akan ditentukan oleh perilaku pasar agregat.
Hubungan
antara perilaku pasar agregat dan variabel akuntansi didasarkan pada teori
mengenai efisiensi pasar modal. Menurut teori ini, pasar untuk surat
berhargakan dianggap tidak efisien di mana (1) harga pasar “sepenuhnya
mencerminkan informasi” seluruh informasi yang tersedia untuk publik dan
sebagai implikasinya (2) harga pasar adalah tidak biasa dan dapat dengan segera
merespons informasi baru.
Teori
ini memiliki artian bahwa secara rata-rata, pengembalian yang abnormal
(kelebihan pengembalian dari ekuiblirium pengambilan yang diharapkan) yang
diperoleh karena menerapkan seperangkat informasi yang ada dan bersama-sama
dengan skema perdagangan mana pun adalah nol. Perubahan perangkat informasi ini
akan secara otomatis menghasilkan ekuiblirium baru. Bahkan teori ini
mengonfirmasikan paradigma perilaku pasar yang meliputi.
1. Model pasar efisien.
2. Hipotesis pasar efisien.
3. Model penetapan harga aktiva
modal.
4. Teori penetapan harga arbitrase.
5. Teori ekuilibrium mengenai
penetapan harga opsi.
Mereka
yang menerima paradigma pasar bergantung pada metode-metode berikut ini:
1. Model pasar.
2. Model estimasi beta.
3. Metodologi studi peristiwa.
4. Model penilaian dari Ohlson.
5. Model evaluasi neraca
tingkat harga.
6. Model muatan informasi dari
laba
7. Model mengenai hubungan
antara laba dan pengambilan.
F. Paradigma kegunaan
keputusan/pengambil keputusan/pengguna individu
Hasil
karya dari William Bruns dapat dianggap sebagai contoh pertama dari paradigma
pengambil keputusan/pengambil keputusan/pengguna individu. Bruns mengusulkan
hipotesis yang menghubungkan penggunaan informasi akuntansi dan relevansi dari
informasi akuntansi terhadap konsepsi pengambil keputusan tentang akuntansi,
dan informasi lain yang tersedia terhadap dampak informasi akuntansi pada
berbagai keputusan. Hipotesis-hipotesis ini juga dikembangkan dalam suatu model
yang mengidentifikasi dan menghubungkan faktor-faktor yang mungkin menentukan
kapan keputusan akan dipengaruhi oleh sistem dan informasi akuntansi. Penelitian
akuntansi keperilakuan adalah studi mengenai bagaimana fungsi-fungsi dalam
laporan akuntansi mempengaruhi perilaku dari para akuntan dan nonakuntan.
Bagi
mereka yang menerapkan paradigma kegunaan keputusan/pengambil
keputusan/pengguna individu, subyek permasalahan yang mendasar adalah respons
dari pengguna individu terhadap variabel-variabel akuntansi. Para penyokong
paradigma ini berpendapat bahwa, secara umum kegunaan keputusan dari variabel
akuntansi dapat didapatkan dari perilaku manusia. Dengan kata lain, akuntansi
dipandang sebagai suatu proses perilaku. Tujuan penelitian akuntansi
keperilakuan adalah untuk memahami, menjelaskan, meramalkan perilaku manusia
dalam konteks akuntansi. Paradigma ini menjadi perhatian dari para pengguna
internal akuntansi, prosedur dan menyokong informasi, serta masyarakat umum dan
perwakilannya.
Kebanyakan
penelitian yang berkaitan dengan paradigma kegunaan keputusan/pengambil
keputusan/pengguna individu telah dilaksanakan keuntungan dari formasi yang eksplisit
dari suatu teori. Umumnya, sebagai alternatif dari mengembangkan teori-teori
akuntansi keperilakuan yang tepat adalah meminjam dari disiplin ilmu yang lain.
Sebagian besar teori-teori yang dipinjam menjelaskan dan meramalkan perilaku
manusia dalam konteks akuntansi dengan cukup memadai. Teori-teori yang dipinjam
ini meliputi.
1.
Relativisme kognitif dalam akuntansi
2.
Relativisme kultural dalam akuntansi
3.
Dampak keperilakuan dari informasi akuntansi
4.
Relativisme linguistik dalam akuntansi
5.
Hipotesis fungsional dan fiksasi data
6.
Hipotesis induksi informasi
7.
Hipotesis organisasional dan kelonggaran penganggaran
8.
Pendekatan kontinjensi terhadap perancangan sistem akuntansi
9.
Penganggaran partisipatif dan kinerja
10. Model-model pemrosesan
informasi manusia yang mencakup:
a) model lensa
b) model pertimbangan
probabilistik
c) model perilaku prakeputusan
d) pendekatan gaya kognitif
Mereka
yang menerima paradigma ini cenderung untuk menggunakan seluruh metode yang
didukung oleh teknik-teknik observasi, wawancara, dan kuesioner, serta percobaan
adalah metode yang disukai. Hal ini merupakam titik awal yang baik untuk
validasi lebih lanjut.
G. Paradigma informasi/ekonomi
Contoh
dari paradigma informasi/ekonomi yang diucapkan oleh Crandall, Feltham, serta
Feltham dan Demski. Dalam makalah pendahulunya, Feltham mengusulkan suatu
kerangka kerja untuk menentukan nilai dari suatu perubahan dalam keputusan
informasi (pengambil keputusan). Kerangka kerja ini bergantung pada
masing-masing komponen yang dibutuhkan untuk menghitung pengembalian (atau manfaat)
yang diharapkan oleh suatu sistem informasi tertentu. Komponen-komponen tersebut
adalah.
1. Seperangkat
tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan pada tiap-tiap periode dalam suatu
rentang waktu.
2. Fungsi pengembalian atas
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode berlangsung.
3. Hubungan probabilistik
antara peristiwa-peristiwa masa lalu dan masa datang.
4. Peristiwa dan sinyal-sinyal
dalam sistem informasi, terrmasuk sinyal-sinyal dari masa lalu dan masa datang.
5. Seperangkat aturan-aturan
keputusan sebagai fungsi dari sinyal-sinyal.
Crandall
menilai kegunaan dari paradigma informasi/ekonomi terhadap perkembangan masa
datang dari teori akuntansi dan menawarkan pendekatan “ekonomi informasi
terapan” sebagai suatu terapan mainstrem teori akuntansi yang baru. Sederhananya,
pendekatan ini terdiri atas pengakuan secara eksplisit setiap komponen dari
model informasi/ekonomi dan memperluas ruang lingkup dari rancangan akuntansi
untuk mencangkup selurih komponen-komponen ini.
Bagi
mereka yang mengadaptasi paradigma informasi/ekonomi, subyek permasalahan yang
mendasar adalah.
a. Informasi adalah suatu
komoditas ekonomi
b. Perolehan informasi adalah
serupa dengan masalah mengenai pilihan ekonomi.
Nilai
dari informasi dilihat dari segi kriteria biaya manfaat dalam struktur formal
dari teori keputusan dari teori ekonomi. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:
....masalah yang
diperdebatkan sehubungan dengan akuntansi akrual bergantung pada dasar-dasar
pemikiran bahwa (1) laba yang dilaporkan menurut akuntansi akrual melebihkan
lebih banyak informasi dari pada yang akan diberikan oleh sistem akuntansi
berorientasi arus kas yang kurang begitu ambisius, (2) akuntansi akrual adalah
cara yang paling efisien untuk menyampaikan tambahan informasi ini, dan juga
sebagai akibat yang wajar, (3) nilai dari tambahan sistem informasi seperti itu
melebihi biayanya.
H. Ilmu akuntansi
Situasi dalam penelitian akuntansi telah meningkat
secara drastis dalam beberapa tahun. Uraian bukti berikut ini menguraikan
situasi yang dibuat pada tanggal 20 Desember 1923 oleh Henry Rand Hatfield
dalam American Accounting Association of University Instructors in Accounting:
Saya
yakin bahwa para kolega saya memandang akuntansi sebagai penyusup (intruder),
seperti Saul di antara para nabi, seorang paria (kasta terendah di India) yang
kehadirannya sangat mengurangi kesucian dinding-dinding akademik. Ini kenyataan
bahwa kita sendiri yang membicarakan ilmu hitung-hitungan, atau seni akuntansi,
bahkan filosofi hitung-hitungan. Namun ini yang berat, akuntansi hanya dipandang
sebagi ilmu palsu yang tidak diakui oleh J. McKeen Cartel; yang produknya tidak
ditampilkan di salon maupun di akademi nasional; kami menemukan bahwa akuntansi
tidak dibicarakan oleh orang yang realis, idealis, maupun fenomenalis. Para
humanis melihat kita dengan rendah seperti seseorang yang perlu diceburkan
dalam kubangan dollar dan sent yang kotor, bahkan seperti mainan yang tak
henti-hentinya berusaha mencari nyawa; para ilmuwan dan teknokrat melihat kita
dengan rendah, sebagai orang yang mampunya hanya mencatat daripada membuat.
Tidak ada gunanya mengatakan bahwa situasi telah
berubah untuk mendukung agenda penelitian yang dinamis, seperti adanya bukti
transformasi akuntansi ke dalam ilmu yang benar-benar secara penuh diakui
sebagai "ilmu normal" dengan paradigma-paradigma bersaing yang
berusaha menegakkan dominasi. Penelitian akuntansi didasarkan pada sekumpulan
asumsi umum tentang ilmu dan masyarakat sosial, dan telah menghasilkan
perdebatan yang sehat tentang bagaimana memperkaya dan mengembangkan pemahaman
kita tentang praktik akuntansi. Aliran utama penelitian akuntansi memandang
secara sejajar antara ilmu fisik, sosial, dan akuntansi, justifikasi dalam
proses penghitungan hypothetic-deductive dari penjelasan secara ilmiah dan
perlunya konfirmasi terhadap hipotesis tersebut.
Pertanyaan pertama adalah apakah akuntansi sebagai
suatu ilmu tidak pernah mampu menjawab secara memadai. Definisi ilmu oleh
Buzzell adalah:
seperangkat
pengetahuan yang tersusun secara sistematis ... mengatur satu atau lebih teori
pokok dan sejumlah prinsip umum ... yang biasanya ditunjukkan secara
kuantitatif ... pengetahuan yang memungkinkan prediksi, dan dalam
kondisi-kondisi tertentu dapat mengontrol keadaan di masa depan.
Akuntansi
memenuhi kriteria di atas. Akuntansi secara jelas membedakan pokok-pokok
masalah dan memasukkan keseragaman serta keteraturan yang mendasari hubungan
empirik, penyamarataan secara otoritatif, konsep-konsep, prinsip, aturan-aturan
maupun teori-teori. Akuntansi secara jelas dapat dikategorikan sebagai suatu
ilmu. Apabila seseorang menganut argumen keseragaman ilmu, metode keilmuan yang
tunggal sama-sama dapat diaplikasikan dalam akuntansi atau ilmu-ilmu lainnya.
Seperti
pengamatan Carl Hempel:
Tesis tentang
kesatuan metodologi ilmu menyatakan bahwa yang utama, tanpa berusaha menahan
adanya banyak perbedaan teknik investigasi, seluruh cabang pengujian ilmu
secara empirik dan dukungan pernyataan yang pada dasarnya memiliki arti sama,
yang diperoleh dari sejumlah akibat, dapat diuji antar subjek dengan menampilkan
akibat-akibatnya melalui serangkaian eksperimen atau pengujian yang memadai.
Kesatuan metode yang diyakini ini sesungguhnya juga merupakan disiplin ilmu
psikologi, sosial, maupun sejarah. Untuk menanggapi tuntutan bahwa para sarjana
di bidang ini kadang-kadang mengandalkan empati dalam menentukan penilaiannya,
yang sebenarnya bertentangan dengan ilmu sosial, para penulis logika empiris
menekankan bahwa identifikasi imajinatif pada diri seseorang kadang-kadang
membuktikan perlunya bantuan pengalaman masa lalu yang bermanfaat (heuristic)
bagi para pemeriksa yang sedang menilai hipotesis tentang keyakinan, harapan,
ketakutan dan tujuan seseorang. Namun benar tidaknya hipotesis yang mereka
peroleh, seharusnya ditentukan berdasarkan bukti-bukti yang objektif;
pengalaman empati di masa lalu dalam kasus ini secara logika tidak relevan.
Dengan
demikian, seharusnya terdapat penerimaan secara umum oleh seluruh ilmu tentang
metodologi untuk pembenaran suatu pengetahuan. Metodologi ini tergantung pada
penentuan apakah secara prinsip nilai yang benar dapat ditentukan dalam suatu
hipotesis-yang dengan demikian apakah berulangkali dapat disangkal,
dikonfirmasikan, dipalsukan, atau diverifikasi.
Confirmation
merupakan perluasan apakah sebuah hipotesis secara empirik memiliki kemampuan
untuk dibuktikan kebenarannya. Falsification adalah sejauh mana sebuah
hipotesis secara empirik memiliki kemampuan untuk dibuktikan kesalahannya, yang
dengan demikian gagal untuk menyajikan keadaan sesungguhnya secara akurat.
Konfirmasi sebuah hipotesis tidak selalu berakibat bahwa hipotesis tersebut
juga mampu untuk dibuktikan kesalahannya, demikian pula sebaliknya.
Kenyataannya,
hipotesis yang secara alami berdasarkan teori dapat secara sunguh-sungguh
dikonfimasikan, disangkal, atau dikonfirmasikan dan disangkal. Hipotesis yang
sungguh-sungguh dapat dikonfirmasi (purely confirmable hypotheses) diperoleh
dari adanya pernyataan yang menawarkan sejumlah fenomena. Contohnya: hipotesis
yang menyatakan "Ada akuntan publik dalam kantor akuntan yang memandang
bahwa akuntansi inflasi itu tidak bermanfaat" merupakan hipotesis yang sunguh-sungguh
dapat dikonfirmasi.
Hipotesis
yang sungguh-sungguh dapat disangkal (purely refutable hypotheses) diperoleh
dari peraturan-peraturan umum, yang berarti merupakan pernyataan yang diperoleh
dari kondisi secara umum. Sebagai contoh adalah hipotesis "seluruh akuntan
adalah akuntan bersertifikat publik". Apabila hipotesis tersebut
dinyatakan sebagai "ada akuntan yang bersertifikat akuntan publik",
maka hipotesis merupakan pernyataan yang eksistensial, yang benar-benar dapat
dikonfirmasikan. Dengan demikian tampak bahwa peraturan umum pada dasarnya
merupakan pernyataan eksistensial yang negatif dan dengan demikian benar-benar
dapat disangkal atau memiliki kemampuan untuk dapat dibuktikan tidak benar.
Baik
hipotesis yang dapat dikonfirmasi maupun disangkal diperoleh dari
pernyataan-pernyataan yang sifatnya tunggal, sehingga pernyataan yang hanya
mengacu pada fenomena tertentu menjadi terikat oleh waktu dan tempat. Sebagai
contoh adalah hipotesis "Setiap individu toleran terhadap sikap
ambiguitas" merupakan hipotesis yang dapat disangkal maupun dikonfirmasi.
Walaupun demikian ada juga hipotesis yang benar-benar dengan tegas tidak dapat
disangkal maupun dikonfirmasi. Biasanya hipotesis tersebut merupakan hipotesis
yang muncul dari statistik atau kecenderungan peraturan yang merupakan
pernyataan untuk menentukan hilangnya hubungan statistik tertentu antara suatu
fenomena dengan sejumlah besar variabel.
Sebagian
besar hipotesis akuntansi gugur dalam kategori ini, yang menyebabkan
hipotesis-hipotesis tersebut benar-benar dengan tegas tidak dapat disangkal
maupun dikonfirmasi. Model pasar modal, model prediksi akuntansi dari kejadian
ekonomi, teori akuntansi positif, model pemrosesan informasi sumber daya
manusia, dan sebagian besar penelitian empirik dalam bidang akuntansi cocok
dengan uraian tersebut. Apabila data yang ada kontradiktif dengan hipotesis
yang diperoleh dari teori atau model-model tersebut, para pengguna hipotesis
tersebut selalu mengajukan alasan pembenaran seperti data yang terkontaminasi
atau ukuran sampel yang kecil atau bias. Penelitian yang retorik memegang
peranan penting dalam menantang apa pun yang dihasilkan oleh data. Apakah ini
menjadi penyebab adanya peringatan, seperti adanya hukum statistik yang terikat
dalam penelitian akuntansi? Bunge menyatakan bahwa hal ini dapat saja merupakan
kesalahan.
Sejumlah
die-hard classical determinists menyatakan bahwa pernyataan stokastik tidak
berhak untuk mendapat sebutan hukum yang patut dihormati, karena peran mereka
yang terbaik hanyalah sebagai perangkat yang sifatnya kontemporer. Pandangan
yang bertentangan dengan perkembangan jaman ini tidak bertahan lama dalam
bidang fisik, kimia, dan cabang ilmu biologi tertentu (khususnya genetika),
terutama sejak ilmu-ilmu tersebut menemukan bahwa hampir semua hukum dalam
bidang-bidang tersebut merupakan hukum stokastik yang mungkin berasal dari
aturan dengan fokus pada sistem tunggal dalam hubungannya dengan hipotesis statistik
yang disyaratkan, seperti kompensasi dari deviasi acak.
Namun
demikian, anggapan yang menolak hukum stokastik tetap menyebabkan sejumlah
kesalahan secara psikologi dan sosiologi, karena anggapan ini memberikan
kemungkinan untuk menghalangi pendekatan stokastik tanpa kompensasi terhadap
kerugian yang disebabkan oleh penelitian ilmiah seseorang. Penyangkalan atau
pengkonfirmasian dilakukan melalui kesaksian berulang dan bukti-bukti baru.
I. Dekonstruksi
Berbagai tulisan akuntansi tentang paradigma atau
teori akuntansi tertentu menyatakan bahwa paradigma dan teori tersebut
seharusnya memiliki hak-hak istimewa dibandingkan bentuk-bentuk pengetahuan
atau tulisan akuntansi lainnya. Tulisan tersebut digunakan untuk menjamin
kewenangan (hegemony) suatu paradigma dan kepentingan tertentu, sebagai
penghambat produksi pengetahuan lainnya. Sebuah ungkapan filosofis dengan nama
dekonstruksi (deconstruction) diperkenalkan oleh Derrida101 dimaksudkan untuk
menumbangkan upaya-upaya tersebut.
Karena produksi pengetahuan berdasarkan pengalaman
didasarkan pada bahasa, dekonstruksi menggunakan sistem yang dimiliki pengarang
itu sendiri untuk mengungkap bagaimana tulisan dapat menghancurkan sistem
tersebut. Seperti yang dinyatakan Norris:
Derrida
menolak untuk mengakui secara filosofis status bentuk hak-hak istimewa yang
selalu dijadikan sebagai alasan orang untuk memerintah. Derrida menentang
anggapan ini untuk membangkitkan dasar yang menjadi pilihannya sendiri. Dia
berpendapat bahwa para filsuf telah dan masih mampu memaksakan berbagai sistem
pemikiran mereka hanya dengan pengabaian atau penekanan, pengaruh bahasa yang
mengganggu. Tujuan dia adalah selalu menghilangkan pengaruh-pengaruh tersebut
melalui bacaan-bacaan kritis yang mengikat dan memperkaya dengan cepat, elemen-elemen
kiasan dan bentuk-bentuk perlambang lainnya dalam karya di tulisan-tulisan
filosofis.
Apa yang secara tidak langsung diakibatkan oleh
dekonstruksi, merupakan suatu penafsiran tulisan untuk mengilustrasikan
pembentukan arti di dalam tulisan tersebut dan menumbangkan wewenang kekuasaan
tulisan untuk mengindikasikan kebenaran yang berasal dari luar tulisan. Seperti
yang dinyatakan oleh Arrington dan Francis: Bacaan yang tidak membangun
mengungkap bagaimana arti yang tidak dapat dikendalikan dan tidak stabil itu,
serta memperlihatkan selubung bahasa dan perintah hukum yang dimasukkan dalam
tulisan tersebut.
Kenyataannya, Arrington dan Francis merupakan
orang-orang yang pertama kali menggunakan dekonstruksi untuk menunjukkan
bagaimana teori positif dan tradisi empiris tidak diberi nama sebagai bentuk
hak-hak istimewa dan wewenang epistemic yang dimiliki oleh sejumlah peneliti
akuntansi yang baik. Pilihan mereka atas contoh-contoh teori positif untuk
dekonstruksi adalah metodologi dan teori organisasi oleh Jensen.104
Dekonstruksi dalam penelitian akuntansi mengundang banyak upaya untuk
mengungkap asumsi tersembunyi dalam tulisan akuntansi. Diasumsikan bahwa
seluruh wacana ilmiah bidang akuntansi, termasuk uraian historis, pada dasarnya
retoris.Para penganut dekonstruksi akuntansi akan mengkritik tulisan akuntansi
melalui berbagai teknik termasuk demythologizing, decanonizing, dephallicizing,
atau de-faming.
J. Akuntan akademik: suatu
kelas universal yang cacat
Suatu elemen didalam susunan konfliktual baru adalah
suatu kelas baru akuntan akademik. Proleratiat sebagai suatu kelas universal,
dapat paling baik dijelaskan oleh teori Marx dan Engels mengenai “kelas
universal dari proletariat,” menyangkal kritik dan keraguan-keraguan bahwa
proletariat dapat mengembangkan kesadaran yang diperlukan untuk menjalankan
fungsinya sebgai suatu kelas universal. Gouldner bergabung dengan kelompok yang
mengkritik dengan pendapat bahwa kelas terendah tidak akan pernah dapt memiliki
kekuasaan dan bahwa diseluruh dunia selama abad ke 20, satu kelas intelektual
baru telah mulai muncul, yang tampak seperti kelas universal yang didefinisikan
oleh Hegel tetapi tidak merupakan suatu kelas universal. Kelas baru tersebut
oleh karenanya menjadi kelas universal yang cacat.
Ia mengemukakan dua usulan utama; pertama, munculnya
“kelas baru” yang terdiri atas intelektual humanistic dan kecerdasan teknis,
dimana universalismenya adalah sangat cacat dan kedua bertumbuhnya dominasi
dari kelas tersebut seperti seorang borjuis cultural dan memiliki monopoli atas
modal cultural dan profesionalisme dari mana ia memperoleh kekuatannya. Kelas
yang baru ini meliputi kecerdasan teknis dan manusia. Kelas ini membentuk satu
komunitas penceramah yang berbagi budaya berdiskusi kritis (Culture of critical
discourse-CCD). Budaya berdiskusi kritis ini adalah konsep yang didapatkan dari
sederetan program linguistik yang berbeda-beda dan diidentifikasikan dalam
sosiolinguistik. Definisinya pun serupa.
Budaya berdiskusi kritis adalah seperangkat aturan
yang telah mengalami evolusi sepanjang sejarahnya, suatu tata bahasa dalam
berdiskusi yang (1) diharapkan akan membenarkan pernyataan-pernyataannya, (2)
dimana cara-cara pembenarannya tidak diawali dengan melibatkan pihak yang
berwajib dan (3) cenderung untuk mendapatkan persetujuan secara sukarela dari
mereka yang dibahas dengan sepenuhnya atas dasar argumentasi yang dibahas. Hal
ini merupakan suatu budaya berdiskusi secara kritis dimana tidak ada satu pun
hal yang oleh para pembicara, berdasarkan prinsip, ditolak untuk dibahas secara
permanen atau membuat masalah; tentu, mereka bahkan bersedia untuk berbicara
mengenai nilai dari pembicaraan itu sendiri dan kemungkinan kerugiannya untuk
berdiam diri atau mempraktikkannya.
Tata bahasa ini adalah struktur dalam dari ideology
umum diakui bersama oleh kelas yang baru tersebut. Ideology yang dibagi bersama
tentang intelektual dan kecerdasan karenanya adalah sebuah ideology tentang
pendiskusian. Terpisah dari bahasa-bahas teknis yang mendasar atau sosiolek
yang diucapkan oleh profesi spesialis, intelektual dan kecerdasan umumnya
memiliki komitimen kepada suatu kebudayaan berceramah kritis. CCD adalah
infrastuktur yang laten namun dapat dimobilisir dari bahasa teknis modern. CCD
adalah infrastruktur yang laten namun dapat dimobilisir dari
intelektual-inelektual modern sekaligus budaya linguistik mereka.
Kelas baru ini memiliki cacat karena ia dianggap
bersifat elit dan mencari kepentingan dan kekuasaannya sendiri. Ia tidak
mencerminkan kepentingan yang universal. Kelas baru ini dominan karena akses
monopolisitiknya terhadap modal cultural. Meminjam teori Pierre Bourdieu
mengenai reproduksi cultural, Gouldner mengusulkan bahwa kelas baru ini
menggunakan reproduksi cultural untuk mempertahankan kepentingan dan
kekuasaannya seperti suatu reproduksi ekonomi yang digunakan untuk melayani
kepentingan dari para pemegang modal ekonomi. Oleh sebab itu, para anggota dari
kelas baru ini akan mengembangkan proses “akumulasi modal cultural” untuk lebih
memajukan kepentingan tertentu mereka dan kepentingan dari mereka yang berbagi
budaya berdiskusi kritis.
Kelas yang baru ini bergantung pada
pencapaian-pencapaian dalam megkapitalisasi modal dan mengawasi pasokan tenaga
kerja terampil secara khusus. Budaya dipancarkan melalui pendidikan dan
sosialisasi. Umumnya, telah diketahui bersama bahwa mereka yang mendapatkan
pendidikan yang lebih formal memiliki penghasilan seumur hidup lebih tinggi
dari mereka yang kurang mampu untuk mendapatkannya. Laba yang meningkat ini
mencerminkan nilai modal dari peningkatan pendidikan.
Hal ini memberikan mereka suatu posisi yang istmewa
dipasar tenaga kerja dan kemungkinan untuk meraih suatu posisi kelas yang
dominan. Tren ini telah dimulai dengan kelas baru yang mengembangkan suatu
tingkat status kesadaran yang tinggi untuk melindungi keistimewaan mereka
(misalnya, kebebasan akademik untuk melakukan penerbitan, untuk meninjau, untuk
merekrut, dan lain-lain).
Apakah ketersediaan penelitian akuntansi oleh para
akuntan akademik dianggap sebagai respons atas tuntutan akan pengetahuan yang
bebas nilai atau untuk menuntut pasar akan alasan-alasan, akuntan akademik juga
dimotivasi pula oleh kepentingan pribadi dan kebutuhan yang semakin mendesak
untuk mengeluarkan penerbitan. Mereka telah memperoleh suatu kekuasaan yang
dikaitkan dengan monopoli mereka atas modal akuntansi cultural. Temuan-temuan
penelitian telah memberikan mereka kekuatan konsultasi dan pembuatan kebijakan
untuk memajukan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan universal.
Bagi suatu budaya berdiskusi kritis, mereka telah
mengembangkan repertoire linguistic mereka, yang membedakan mereka dari
komunitas diskusi akuntansi yang lain. Sebagai suatu kelas baru, para akuntan
akademik juga bergantung pada prestasi sebagai criteria untuk keanggotaan,
termasuk gelar Ph,D, dan terbitan di jurnal-jurnal yang tepat.
Menurut Gouldner, profesionalisme adalah salah satu
ideology umum dari kelas baru, profesionalisme adalah klaim kelas baru yagn tak
perlu diutarakan tentang keunggulan teknis dan moral mereka diatas kelas yang
lama. Profesionalisme menghilangkan wewenang secara diam-diam dari kelas yang
lama. Melalui peran profesionalisme yang baru, akuntan akademik mengklaim
wilayah penelitian cultural mereka sendiri, dan dalam prosesnya menerima
kompensasi yang lebih tinggi dari system pasar karena menerima peran
professional tersebut.
Para intelektual yang bersedia untuk berperilaku
sebagai professional diperkenankan untuk membentuk suatu strata yang relative
berdiri sendiri dengan perhatian khusus. Mereka dapat menggunakan mekanisme
lisensi dan asosiasi-asosiasi profesional untuk membuat monopoli-monopoli
didalam pasar mereka. Fragmentasi dari American Accounting Association dengan
bagian cultural terpisah menjadi bukti fenomena ini.
Fragmantasi yang sama mengarahkan para peneliti
akuntansi lebih ke arah kebijakan (tindakan) politik dengan segera daripada ke
arah formulasi teoretis dari masalah-masalah dengan tingkat signifikan umum.
Hubungan dekat dengan pembuat kebijakan yang baru ini, apakah itu FASB, SEC,
AAA, atau institusi yang lainnya, menjadikannya sebagai seorang intelektual
birokratis yang menjalankan fungsi-fungsi penasihat dan teknis di dalam suatu
birokrasi daripada intelektual yang memilih untuk tetap tidak terkait dengan
birokrasi.
Intelektual birokratis menyempit menjadi seorang
ideology karena ia mengalihkan atau meningglakan pencarian suatu pemahaman yang
universal dan komprhensif dari kenyataan social, cultural dan fisik, serta
lebih memilih arbitrase yang penting dengan segera dari kebijakan-kebijakan atau
rangkaian tindakan yang bertentangan. Peran tersebut merupakan suatu hal yang
disayangkan jika kita menganut asumsi yang berlaku bahwa kekhususan dari
aktivitas intelektual yang menghubungkan atau membatasi penyelidikan akademik
pada kepentingan-kepentingan atau kebutuhan social yang spesifik, akan berujung
pada kejatuhan dari suci dan baik kea lam ideology yang tidak terhormat.
Sebagai tambahan dengan peran pengajar yang terlibat
di dalam proses penciptaan ilmu pengetahuan formal dan bukannya hanya sekedar
transmisi, para intelektual bergerak kea rah peranan rasionalisasi. Seperti
yang disarankan oleh Shils, disemua masyarakat modern (baik liberal maupun
totaliter) tren dari abad ini adalah meningkatkan tekanan kea rah homogenitas
internal dikarenakan oleh adanya penggabungan para intelektual dalam organisasi
masyarakat. Para intelektual berfungsi untuk menguraikan hukum yang mendasari
dari organisasi nasional dan social relevan terhadap perkembangan dan penerapan
rutin dari pengetahuan ilmiah kepada produksi ekonomi dan organisasi sosialnya.
Permintaan ini sebagian besar datang dari negara untuk
membantu dan melakukan reorientasipopulasi massa dan dalam mengembangkan
kebijakan untuk memperbaiki dan mencegah berbagi gangguan. Sebagai hasilnya,
para intelektual umumnya bekerja dibawah perlindungan dari kelas yang berkuasa
atau dari institusi yang dikendalikan oleh mereka. Para intelektual akuntansi
cocok dengan skenario-skenario yang digambarkan karena mereka berusaha untuk
memberikan alasan-alasan yang tepat dan menciptakan sebuah kelas universal yang
baru namun memiliki kecacatan.
K. Kesimpulan
Akuntansi mungkin dapat didekati dari sudut pandang
filsafat ilmu. Hasil penelitian akuntansi tidak perlu dipandang sebagai suatu
nilai yang meragukan atau secara teoretik belum sempurna. Lebih lanjut,
penelitian akuntansi menemukan indikasi bahwa kejadian-kejadian akuntansi
mengikuti pola keberhasilan revolusi yang diteorikan oleh Kuhn. Pada bab'ini
kita telah menggunakan definisi "paradigma' yang relevan dengan akuntansi.
Komponen penting dalam sejumlah paradigma adalah eksemplar, gambaran pokok
masalah, teori-teori, dan metode-metode. Definisi kami membantu kita untuk
mengidentifikasi dan menggambarkan paradigma-paradigma yang bersaing dalam
bidang akuntansi seperti:
1. Paradigma anthropological/inductive.
2. Paradigma true-income/deductiue.
3. Paradigma decision-usefulness/decision-model
4. Paradigma decision-usefulness/decision-maker/agregat-market-behauior.
5. Paradigma decision-usefulness/decision-maker/individual-user.
6. Paradigma information/economic.
1. Paradigma anthropological/inductive.
2. Paradigma true-income/deductiue.
3. Paradigma decision-usefulness/decision-model
4. Paradigma decision-usefulness/decision-maker/agregat-market-behauior.
5. Paradigma decision-usefulness/decision-maker/individual-user.
6. Paradigma information/economic.
Masing-masing paradigma tersebut merupakan objek
investigasi dan penelitian yang ditetapkan oleh komunitas ilmiah, sebuah
paradigma membentuk suatu pemikiran logis yang saling berkaitan (coherent),
mempersatukan berbagai sudut pandang—suatu bentuk Weltanschauung—yang
menentukan cara bagaimana para pengikutnya memandang penelitian, praktik, dan
bahkan pendidikan akuntansi. Dalam hubungannya dengan kontinuitas dan
pengembangan dalam disiplin akuntansi, paradigma-paradigma ini seharusnya tidak
dipertimbangkan sebagai sesuatu yang absolut dan kebenaran pengetahuan yang
bersifat final. Di samping itu, paradigma-paradigma tersebut seharusnya menjadi
subjek verifikasi dan pengujian yang konsisten sebagai upaya untuk mencari kemungkinan
anomali.
Sebagian besar ilmuwan dan filsuf mempertahankan
pandangan mereka bahwa ilmu pengetahuan tidak akan pernah dapat dibuktikan.
Popper berpendapat bahwa walaupun suatu teori pada akhirnya tidak dapat
dibuktikan "kebenarannya", namun pada akhirnya dapat dibuktikan
"kesalahannya".105 Dikenal secara umum sebagai dugaan terhadap
kesalahan, atau teori penolakan, teori Popper berpendapat bahwa agar dapat
diakui secara ilmiah, sebuah teori bersifat memiliki kesalahan. Bentuk-bentuk
pembuktian kesalahan yang diperoleh dari pandangan Kuhn diistilahkan sebagai
sophistication falsification, yang oleh Lakatos diringkas sebagai "tidak
ada eksperimen, laporan eksperimental, laporan pengamatan, atau yang secara
teoretik menguatkan, hipotesis kesalahan tingkat rendah, yang secara individu
dapat membuktikan adanya kesalahan.
Tidak ada pembuktian kesalahan sebelum munculnya teori
yang lebih baik."106 Suatu teori yang lebih baik merupakan teori yang
"menawarkan ide-ide lain, informasi yang lebih banyak, perbandingan dengan
teori-teori terdahulu", dan "informasi yang lebih banyak tersebut
bersifat menguatkan".107 Perbedaan antara naive falsification-nya Popper
dengan sophisticated falsification adalah bahwa sophisticated falsification
mewajibkan keberadaan teori yang lebih baik. Lakatos menguraikan bahwa para
pengikut sophisticated falsification:
...
membuat unfalsifiable melalui perintah berdasarkan aturan dari sejumlah
pernyataan bersifat tunggal, yang dapat dibedakan dengan kenyataan bahwa pada
saat yang bersamaan ada suatu "teknik yang relevan", seperti bahwa
"setiap orang yang mempelajarinya" akan mampu memutuskan bahwa
pernyataan tersebut dapat diterima.
... Keputusan ini kemudian diikuti dengan bentuk keputusan kedua yang menekankan pemisahan pernyataan dasar penerimaan dari dasar lainnya. ... Secara metodologis, para jalsificationist mengakui bahwa dalam "teknik-teknik eksperimental" yang digunakan para ilmuwan, dilibatkan pula teori-teori yang salah, dalam upayanya untuk menginterpretasikan kenyataan. Di samping itu, menurut penerapan metodologi falsification dalam teori-teori tersebut, para peneliti mengharapkan keberadaan metodologi tersebut berwujud bukan sebagai teori yang perlu pengujian namun sebagai pengetahuan yang tidak dilatarbelakangi masalah (unproblematic background knowledge), yang kita terima (sementara) sebagai tidak adanya masalah saat kita lakukan pengujian terhadap teori tersebut.
... Selanjutnya, sekarang teori-teori problematis dapat dikategorikan sebagai "ilmu pengetahuan": walaupun teori-teori tersebut tidak memiliki kemampuan untuk dibuktikan kesalahannya, namun dapat dibuat salah dengan menambahkan bentuk keputusan ketiga, yang dapat dibuat oleh para ilmuwan dengan menspesifikasikan aturan penolakan khusus yang mungkin secara statistik merupakan bukti interprestasi "yang tidak konsisten" dengan teori probabilistic108
... Keputusan ini kemudian diikuti dengan bentuk keputusan kedua yang menekankan pemisahan pernyataan dasar penerimaan dari dasar lainnya. ... Secara metodologis, para jalsificationist mengakui bahwa dalam "teknik-teknik eksperimental" yang digunakan para ilmuwan, dilibatkan pula teori-teori yang salah, dalam upayanya untuk menginterpretasikan kenyataan. Di samping itu, menurut penerapan metodologi falsification dalam teori-teori tersebut, para peneliti mengharapkan keberadaan metodologi tersebut berwujud bukan sebagai teori yang perlu pengujian namun sebagai pengetahuan yang tidak dilatarbelakangi masalah (unproblematic background knowledge), yang kita terima (sementara) sebagai tidak adanya masalah saat kita lakukan pengujian terhadap teori tersebut.
... Selanjutnya, sekarang teori-teori problematis dapat dikategorikan sebagai "ilmu pengetahuan": walaupun teori-teori tersebut tidak memiliki kemampuan untuk dibuktikan kesalahannya, namun dapat dibuat salah dengan menambahkan bentuk keputusan ketiga, yang dapat dibuat oleh para ilmuwan dengan menspesifikasikan aturan penolakan khusus yang mungkin secara statistik merupakan bukti interprestasi "yang tidak konsisten" dengan teori probabilistic108
Hal ini mungkin merupakan sikap yang diperlukan dalam
menghadapi paradigma-paradigma yang bersaing dalam akuntansi.
DAFTAR RUJUKAN
Riahi,
Ahmed & Belkaoui. 2011. Teori
Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar